Nasional

Ketua MA Soenarto, Mahkamah Agung Menuju Tinggal Landas pada Capaian Penegakan Hukum

×

Ketua MA Soenarto, Mahkamah Agung Menuju Tinggal Landas pada Capaian Penegakan Hukum

Sebarkan artikel ini

Jika budaya setor dapat dikikis, maka hakim-hakim tidak punya alasan lagi untuk menjual pasal dan keadilan demi mendapat rupiah.

SinarHarapan.id – Mahkamah Agung telah mempunyai pemimpin baru, Soenarto sebagai Ketua MA terpilih dan dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada 22 Oktober 2024. Di pundaknya Mahkamah Agung dan jajaran di bawahnya diharap banyak terjadi perubahan dalam penegakan hukum, utamanya putusan -putusannya dihasilkan dari fakta-fakta hukum yang bersumber dari kebenaran, bukan dari Kongkalikong dengan iming iming sejumlah uang.

Berbagai cerita dan rumor hakim-hakim baik di tingkat Pengadilan Pertama dan Banding sering beredar kabar adanya budaya setor secara berjenjang. Dan apabila seorang Pimpinan, pejabat peradilan tidak loyal kepada atasanya maka karirnya tidak berjalan mulus. Makanya sudah menjadi rahasia umum dari kalangan lawyer hakim-hakim jujur dan berintegritas sulit dapat tempat untuk mengisi jabatan penting di kota kota besar, tempat mereka-mereka di pelosok negeri yang jauh dari hiruk pikuknya keramaian kota.

Jika budaya setor dapat dikikis, maka hakim-hakim tidak punya alasan lagi untuk menjual pasal dan keadilan demi mendapat rupiah.

Tidak dapat dipungkiri, beberapa tahun belakang ini dunia peradilan seperti momok yang menakutkan. Karena dari tingkat pertama hingga kasasi kata – kata wanipiro bukan lagi isapan jempol belaka.
Hampir rata rata kemenangan sebuah perkara itu punya harganya sendiri.
Tanpa itu untuk mencapai keadilan hanya angan-angan saja. Tat kala harta dan hak simiskin dirampas maka akan semakin miskin jika berani berperkara di pengadilan, karena dapat dipastikan haknya akan hilang. Tragis bukan…. ?
Dan penulis sering menyarankan kepada Klien yang tidak mampu apabila menghadapi masalah untuk tidak mengambil opsi figh berperkara di pengadilan. Karena pengadilan terlalu mahal untuk sebuah kebenaran dan keadilan.

Budaya Golf awal kisruhnya lembaga Peradilan.

Barangkali di kalangan banyak Hakim, golf adalah sebagai olah raga yang menyehatkan. Tp kenyataannya golf menjadi sarana transaksional antara para oknum hakim untuk bertraksaksi dengan mafia peradilan, apakah itu yang berasal dari dunia pengacara (hitam) yang berbaju markus. Karena dari lapangan itu kasus kasus tersebut dibahas dan dipikirkan bagaimana kekuatan uang itu menjadi satu satunya alasan, sehingga tidak heran jika hukum akhirnya hanya berpijak kepada yang beruang saja.
Kebenaran hanya ada pada slogan, no suap hanya ada di gerai-gerai penghias pengadilan saja.

Penulis mencatat beberapa kasus yang muncul dipermukaan, dimana markus bukan hanya bisa memberi uang besar untuk mengatur suatu perkara akan tetapi mereka bisa memanggil Ketua Pengadilan untuk membahas perkara. Hebatkan….penjahat,
hampir sama kedudukannya dengan pejabat, sehingga dengan begitu budaya golf bukan budaya yang mencerminkan kebaikan untuk penegakan hukum akan tetapi di banyak tempat menjadi sarang transaksi dalam mengatur suatu perkara.

Perlu penguatan lembaga Bawas MA.

Ke depan lembaga pengawasan MA yang kita kenal Bawas (Badan Pengawasan) harus menjadi pilar utama dalam penegakan hukum. Sebab apabila lembaga ini berjalan dengan baik sesuai rolnya tidak perlu diragukan lagi peradilan akan berjalan lebih baik.
Karenanya jangan menaruh banyak harapan pengawasan dengan lembaga lain. Karena lembaga di luar MA seperti tak ada gunanya, terkesan tempat penampungan pejabat yang tidak kebagian tempat di satu intansi dan hanya menghabiskan APBN. Karena dari hasil kerjanya hampir tidak ada perubahan dan perbaikan signifikan.
Mereka baru ada manakala ada perekrutan hakim agung, setelahnya lembaga itu kembali menjadi kura-kura lagi.

Barangkali ke depannya perlu dipikirkan bahwa hakim agung tak perlu lagi melibatkan Komisi 3 DPR RI dan KY. Karena pada kenyataannya hakim-hakim yang lolos dari KY dan Fit and Proper di komisi 3 DPR RI, akhirnya tersandra hutang budi sehingga DPR RI unsur Komisi 3 yang benyak dari unsur pengacara mempunyai taring untuk menakut-nakuti hakim agung yang mereka loloskan,
Dan masih banyak hal lagi. ***

Ditulis oleh : C Suhadi SH MH
Koordinator Team Hukum Merah Putih