SinarHarapan.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, untuk bepergian ke luar negeri setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
“Gubernur Kalsel sudah dicegah ke luar negeri per tanggal 7 Oktober 2024,” ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu. Keputusan pencegahan ini diambil karena keberadaan Sahbirin Noor sangat diperlukan dalam proses penyidikan yang sedang berlangsung.
Larangan untuk keluar negeri tersebut berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang jika diperlukan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Sebelumnya, pada hari Selasa (8/10), KPK mengumumkan penetapan status tersangka terhadap Sahbirin Noor terkait kasus dugaan suap lelang proyek. Dalam perkembangan terbaru, KPK juga menetapkan sejumlah tersangka lainnya, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel, Ahmad Solhan, serta Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel, Yulianti Erlynah.
Tersangka lain yang juga ditetapkan adalah Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad, dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean. Selain itu, dua orang tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yakni Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
Kasus ini berhubungan dengan beberapa proyek besar, antara lain pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu seharga Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di kawasan yang sama dengan nilai Rp9 miliar.
Dalam pelaksanaan lelang proyek tersebut, KPK menemukan adanya rekayasa, termasuk pembocoran harga perkiraan sendiri dan syarat kualifikasi perusahaan yang diperuntukkan bagi lelang. Modus ini juga mencakup pengaturan proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan tertentu yang dapat berpartisipasi dalam penawaran. Selain itu, konsultan yang terafiliasi dengan pemberi suap juga ditunjuk untuk mengelola proyek, sementara pelaksanaan pekerjaan sudah dimulai sebelum kontrak resmi ditandatangani. (rht)