SinarHarapan.id – KPU sedang di gugat oleh seorang dosen terkait putusan MK No. 90/2023. Adapun alasan gugatan terkait diterimanya Bacapres dan Bacawapres Prabowo Subyanto berpasangan dengan Gibran Raka Buming Raka. Dan nilai gugatan tidak tanggung tanggung, KPU dituntut 70.5 T.
Menurut gugatan berdasarkan penelusuran penulis dari media ( detik, 30 Oktober 2023, jam 14 37 ), KPU di anggap lalai dalam melaksanakan putusan MK terkait batas usia, karena menurut hukum PKPU No. 19 tahun 2023 tentang Capres dan Cawapres belum di Koordinasikan kepada DPR RI untuk memperbaiki PKPU ( Peraturan Komisi Pemilihan Umum ) masalah batas usia capres dan cawapres.
Dengan menarik benang merah putusan MK dan Pendaftaran Capres dan Cawapres dikaitkan dengan koordinasi dengan DPR RI yang sedang reses, yang kemudian KPU RI tetap menerima pendaftaran terakhir ( 25 Oktober 2023 ) Bacapres dan Bacawapres Prabowo Subianto dengan Gibran Rakabuming Raka KPU RI telah offside ( istilah bola ), karena ada wilayah yang dilanggar. Dalam hukum dikenal dengan PMH ( Perbuatan Melawan Hukum ) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata.
Dalam kajian aturan, KPU secara hukum bukan tanpa dasar menerima Pendaftaran Capres dan Cawapres terkait batas usia dibawah 40 tahun dan Gibran sebagai cawapres Prabowo belum genap di 40 tahun, dengan tambahan – asal – sudah pernah menjadi Anggauta DPR, DPD dan atau Walikota, KPU sesuai dengan tupoksinya menjalankan putusan MK No. 90/2023. Sedangkan putusan MK mempunyai karakteristik yang berbeda dari Perkara lainnya seperti:
-tidak adanya banding, Kasasi dan atau PK.
-putusan seketika ( setelah diucapkan dan di Ketuk Palu ) final dan mengikat.
Dalam bahasa hukumnya Final and Binding.
Ketentuan tidak ada upaya hukum dan atau final and Binding atau PERTAMA dan TERAKHIR diatur dalam pasal 10 ayat 1 uu MK No. 11 tahun 2003.
Terkait kepada aturan itu, maka putusan MK bukan hanya final and binding namun akibatnya mengikat kepada Instansi terkait dalam hal ini; Pemerintah, DPR dan loin lain.
Atas dasar keberlakuan itu maka KPU harus tunduk kepada UU dalam rangka pelaksanaannya dari putusan MK. Karena dengan amar putusan itu, terkait bunyi pasal 169 huruf q sudah tidak mengikat lagi sepanjang menyangkut batas usia dengan tambahan asal sudah pernah menduduki jabatan publik dan ini dalam hukum putusan MK dimaknai sebagai peraturan baru terkait batas usia, maka berlaku azas hukum, -lex posterior legi priori – yang berarti Peraturan baru menghapus peraturan yang lama.
Mengenai alasan KPU tidak terlebih dahula meminta pendapat kepada DPR, tentunya punya alasan yang kuat.
Pertama DPR sedang reses sedangkan KPU telah memberi batas penutupan Pendaftaran tanggal, 25 Oktober 2023 dan hal tersebut tidak mungkin dilakukan mengingat keputusan MK dalam Perkara No. 90/2023 sudah final dan mengikat, oleh karenanya tidak ada alasan untuk tidak di jalankan.
Menurut hukum PKPU adalah sebuah produk peraturan bukan produk uu, sehingga keberadaannya tidak boleh mengalahkan putusan MK yang memaknai uu No. 7 tahun 2017 pada pasal 169 huruf q. Karena menurut azas hukum sebuah peraturan tidak boleh mengalahkan peraturan diatas atau dikenal azas lex superior derogate legi inferior. Terkait masalah hirarki atau urutan kedudukan hukum diatur dalam UU No. 12 tahun 2011 yang telah diubah dengan UU No. 13 tahun 2022 , pada pasal 7 ayat 1 huruf a s/d g. Didalan ayat 2 dikatakan, kekuatan hukum peraturan perundang undangan sesuai dengan hirarki sebagai mana penjelasan pasal 1 diatas.
Sehingga dengan merujuk kepada alasan alasan hukum diatas, justru apabila KPU tidak menjalankan Putusan MK sebagaimana harapan Penggugat secara hukum KPU masuk dalam perbuatan melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1365 KUHPerdata, Namun dengan menjalankan isi putusan, maka KPU adalah sebagai pihak yang taat hukum dan taat azas.
Ditulis oleh: C Suhadi SH MH.
Ketua Team Hukum Merah Putih.