SinarHarapan.id – Sejumlah mantan menteri luar negeri (menlu) dan diplomat senior dari kawasan Asia Pasifik menyerukan tindakan segera untuk meredakan ketegangan antara Kamboja dan Thailand. Dalam pernyataan bersama yang dirilis oleh The Amity Circle, tokoh-tokoh seperti Marty Natalegawa (Indonesia), Delia D. Albert (Filipina), Anifah Bin Aman (Malaysia), Helen Clark (Selandia Baru), Noeleen Heyzer (Singapura), Robert Hill (Australia), Yoriko Kawaguchi (Jepang), dan George Yeo (Singapura) menekankan pentingnya peran aktif ASEAN dalam mencegah eskalasi konflik bersenjata.
Mereka menilai bentrokan yang terjadi antara dua negara anggota ASEAN sebagai ancaman serius terhadap stabilitas kawasan dan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Piagam ASEAN serta Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC).
“Senjata kembali berbicara di kawasan yang selama ini dikenal damai. Ini bukan hanya konflik perbatasan, tetapi ujian bagi komitmen ASEAN terhadap penyelesaian damai,” demikian pernyataan bertajuk “The Guns Must be Silenced” yang dirilis Minggu, 27 Juli 2025.
KTT Khusus ASEAN
Para tokoh menyerukan agar ASEAN segera menggelar KTT khusus untuk membahas langsung pandangan kedua pihak yang bertikai. Mereka menegaskan, diplomasi harus didahulukan sebelum kekerasan meluas dan makin sulit dikendalikan.
“Penting bagi ASEAN untuk langsung mendengar kedua pihak, dan menghindari debat berkepanjangan soal bentuk perundingan—bilateral atau multilateral. Yang dibutuhkan adalah hasil, bukan retorika,” tegas pernyataan tersebut.
Baca Juga: Membaca Kamboja Lewat Kisah Hun Sen
Kelompok ini mengingatkan, ASEAN pernah berhasil menengahi ketegangan serupa antara Kamboja dan Thailand pada 2011. Keberhasilan tersebut menjadi bukti bahwa jalur damai bukanlah utopia, tetapi kemungkinan nyata jika dikelola dengan tepat.
Nilai-nilai Komunitas ASEAN
Pernyataan juga menyoroti bahwa bentrokan antara Kamboja dan Thailand mengancam “dividen perdamaian” yang telah dinikmati Asia Tenggara selama puluhan tahun. Mereka mengingatkan, stabilitas kawasan dibangun atas dasar saling percaya dan komitmen terhadap prinsip non-kekerasan.
“ASEAN telah lama menjadi pengecualian di dunia yang terpecah. Kekerasan ini merusak warisan tersebut dan mengikis kredibilitas komunitas regional,” bunyi pernyataan tersebut.
Kembali ke Jalur Diplomasi
The Amity Circle mengajak seluruh pihak untuk menempatkan diplomasi sebagai pusat dari setiap upaya penyelesaian konflik. Mereka menekankan bahwa langkah-langkah konkret dan keterlibatan semua pihak secara konstruktif akan membuka jalan bagi perdamaian berkelanjutan.
“Diplomasi bukan hanya pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Kedua pihak harus didorong untuk berdialog tanpa prasyarat, baik secara resmi maupun informal,” demikian seruan mereka.