SinarHarapan.id – Salah satu perusahaan besar migas Mobil Oil Indonesia (MOI) yang sekarang bernama Exxon Mobil Oil Indonesia (EMOI) di tuntut keadilan oleh ahli waris atas perkara pemutusan hubungan kerja sepihak terhadap salah satu karyawannya.
“Pada tanggal 10 Juli 1990 ayahanda kami Baharuddin Abdullah di ambil oleh pihak oknum keamanan pada saat di kantor Mobil Oil (sekarang Exxon Mobil Oil) tanpa surat penahanan dan dugaan kami di ambil secara paksa karena tidak ada surat penahanan apapun dan tidak pernah di kembalikan dan Ayahanda tidak pernah kembali ke keluarganya sampai saat ini” Ungkap Ahmad Iqbal selaku anak Ahli Waris saat di temui di daerah gambir, jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).
Baharuddin adalah pekerja di MOI. Menurut pekerja dari MOI bahwa Baharuddin dijemput oknum aparat keamanan di tempat kerjanya di MOI pada 10 Juli tahun 1990. Dan sejak itu tidak pernah kembali ke rumah dan hidup bersama isteri dan ketiga anaknya.
“Ayah saya Baharuddin tidak pernah kembali ke rumah. Satu tahun kemudian 1991, ayah saya dianggap mangkir oleh perusahaan MOI dan diberikan uang pisah sebesar 6 juta rupiah. Jadi sejak Pak Jokowi menyatakan akan memulihkan hak-hak para korban orang hilang akibat pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial (non pengadilan), ibu saya Hasnidar kembali mengajukan ke Exxon Mobil Oil Indonesia (EMOI) untuk meninjau dan meralat perihal mangkirnya ayah saya dari pekerjaan tapi karena meninggal,” ujar Ahmad Iqbl
Ahmad Iqbal, anak Baharuddin korban orang akibat kekerasan, lewat kuasa hukumnya, Ahmad Syafrudin, mengatakan, dalam kasus tersebut, dua hal yang diharapkan klien atau pihak keluarga korban yakni, pertama menegaskan bahwa almarhum Baharuddin adalah pekerja yang memiliki etos kerja yang baik.
Jadi beliau bukan mangkir tapi karena meninggal. Selanjutnya klien kami meminta agar EMOI meninjau kembali terkait pemberian uang pesangon kategori mangkir. Jadi seharusnya mendapat pesangon karena meninggal bukan pesangon mangkir,” urainya.
Kuasa hukum keluarga korban, Ahmad Syafrudin, mengatakan, untuk melengkapi data meninggalnya Baharuddin ke perusahaan EMOI, Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Aceh telah menetapkan Baharuddin meninggal.
Baharuddin hilang saat bekerja di MOI pada 10 Juli 1990 dan menetapkan meninggal pada 31 Desember 1990. Adapun surat penetapan Baharuddin meninggal ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada 2 Maret 2023.
“Pada 2 Maret 2023, Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Aceh telah menetapkan bahwa Bapak Baruddin telah meninggal saat bekerja di MOI, kini EMOI.Pertimbangan penetapan itu berbunyi, hilang saat bekerja di MOI. Terkait hal tersebut, klien kami, Ahmad Iqbal beserta keluarga berharap permasalahan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan,” jelas Ahmad Syafrudin, kuasa hukum Ahmad Iqbal.
Terkait harapan keluarga korban agar pemberian uang pesangon mangkir diganti menjadi pesangon kematian, pihak keluarga korban diwakilkan putranya, Ahmad Iqbal beserta kuasa hukumnya, Ahmad Syarifudin, Isra Yandika dan Mustawir menyatakan telah mengadakan pertemuan pada Kamis (31/8/2023) dengan pihak kuasa hukum EMOI, Adam Satrio.
“Kami telah mengadakan pertemuan dengan pihak kuasa hukum Exxon Mobil Oll yang diwakili Adam Satrio, Dalam pertemuan di antaranya, beliau meminta dokumen kematian, dokumen pemutusan hubungan kerja, dokumen pemberian uang pisah. Beliau menyatakan akan mendiskusikan dengan pihak perusahaan,” jelas Ahmad Syafrudin.
Tambah Ahmad Syafrudin lagi, upaya penyelesaian sidang mediasi mulai dilakukan sejak 21 Agustus 2023, namun pihak Exxon tidak hadir. Pada sidang mediasi kedua, panggilan klarifikasi, pihak Exxon hadir diwakili pihak kuasa hukumnya.
Kuasa hukum Exxson, Adam Satrio ketika diminta konfirmasi sinarharapan.id terkait perubahan pemberian uang pesangon mangkir menjadi pesangon kematian mengatakan, dirinya tidak diberikan kuasa memberikan keterangan.
“Bahwa betul saya Adam Satria selaku kuasa hukum dari Exxon Mobil Oil Indonesia Inc, terkait pernyataan ke Media, saya tidak diberikan kuasa untuk memberikan keterangan oleh perusahaan, silakan untuk hubungi langsung ke perusahaan,” jelasnya lewat pesan singkatnya.
Kasus hilangnya Burhanuddin sempat menjadi pemberitaan di berbagai media asing. Di antaranya, bloomberg pada 28 Desember 1998 menulis dengan judul `Indonesia What Did Mobi Know?’ Mining Monitor dengan judul, `Indonesia Human Rights Group Challenge Mobil. (atp)