SinarHarapan.id – Abdul Aziz dan Nur Muhammad Yusuf melalui Pengacaranya Dr (cand) Ibrani Datuk Rajo Tianso SH dari Kantor Hukum BOB HASAN & PARTNERS , menyampaikan memori banding atas Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 1076/Pid.Sus/2004/PN Smr tertanggal 14 Mei 2025 atas nama Abdul Aziz dan Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor : 1077 Pid.Sus/2024/Pn.Smr tertanggangal 14 Mei 2025 atas nama Nur Muhammad Yusuf, sebagaimana disebutkan dalam akte permintaan banding. Penyampaian memori banding ini diterima oleh Hadi Riyanto SH selaku Panitara Pengadilan Negeri Samarinda, pada Selasa (27/5/2025) untuk diteruskan ke Pengadilan Tingkat Banding yaitu Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur.
Menurut Ibrani, yang juga sebagai Pembina Advokasi Rakyat Nusantara (ARUN), Pengajuan banding ini diajukan karena pada kedua Putusan Pengadilan Negeri Samarinda tersebut terdapat kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap sebagaimana dimaksud dalam pasal 240 ayat (1) KUHAP junto pasal 197 KUHAP, sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 240 ayat (2) KUHAP Putusan tersebut “batal demi hukum”.
Lebih lanjut Ibrani yang adalah juga Wakil Sekretaris Jenderal DPP Kongres Advokat Indonesia ini menjelaskan setelah dipelajari secara seksama Putusan yang menjadi objek banding, yang masing-masing terdiri dari 203 dan 188 halaman, “ternyata Majelis Hakim ada kelalaian dalam menerepan ketentuan hukum acara yang mengharuskan Mejelis Hakim memuat dakwaan Penuntut Umum sebagai dasar putusan, yakni sebagaimana tercantum dalam pasal 197 ayat (1) huruf c., KUHAP., akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Majelis Hakim dalam kedua putusan tersebut. Majelis Hakim justru langsung mendasarkan Putusannya pada Tuntutan Penuntut Umum dan bukannya berdasarkan berdasarkan dakwaan,” kata Ibrani yang juga mantan kuasa hukum dari KH Abdurahman Wahid Presiden RI ke IV ini melalui siaran pers yang diterima Kamis (29/5/2025).
Antara dakwaan dan tuntutan, menurutnya, dua hal yang berbeda yaitu dakwaan adalah tuduhan penuntut umum kepada terdakwa sebelum diperiksanya alat bukti dan barang bukti di persidangan, sedangkan tuntutan penuntut umum adalah kesimpulan penuntut umum setelah mengajukan alat bukti dan barang bukti di persidangan,
Ibrani menambahkan, adanya ketentuan Hakim agar mendasarkan putusannya pada dakwaan dan bukannya pada tuntutan Penuntut umum dimaksudkan agar Majelis Hakim bersikap objektif terhadap perkara yang diajukan ke pengadilan , sedangan menurut Gatot Supramono dalam bukunya Surat Dakwaan dan Putusan Hakim yang batal demi hukum halaman 102.
Pencantuman dakwaan dalam putusan adalah merupakan bagian putusan yang menguraikan tentang permasalahannya , Dakwaan itu yang dijadikan dasar untuk dibuktikan dan harus dipertimbangkan dan dijawab dalam amar putusan, sehingga pada tempatnya kalau pasal 197 ayat (2) KUHAP menentukan dengan tegas bahwa kelalaian hakim dalam memenuhi ketentuan pasal 197 ayat (1) huruf c tersebut mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum., Dengan tidak dicantumkannya Dakwaan, melainkan langsung mendasarkan kepada tuntutan penuntut umum sebagimana dapat dibaca pada halaman 2 putusan a quo menurut ibrani ada tendensi untuk mengkriminalisasi Abdul Aziz dan Nur Muhamad Yusuf dengan melalaikan hukum acara.
Lebih lanjut menurut ibrani setelah dipelajari secara seksama alat bukti dan barang bukti yang diajukan ke pengadian, kalau dihubungkan dengan dakwaan Penuntut umum dan fakta persidangan bahwa tidak ada transaksi uang dari Hendra Sabarudin kepada Abdul Azisdan Nur Muhamad Yusuf, bahkan hendra tidak kenal dengan Nur Muhamad Yusuf begitu juga Nur Muhamad Yusuf tidak kenal dengan Chandra maka mestinya baik Abdul Aziz muapun Nur Muhamad Yusuf diputuskan bebas.
Lebih lanjut menurut ibrani bagaimana mungkin saudara Hendara Sabarudin yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana narkotika dan TPPU justru dihukum 2 tahun 8 bulan, sedangkan Abdul Aziz dan Nur Muhamad Yusuf yang didakwa dengan TPPU saja dituntut 10 tahun dan 8 tahun, dan diputus 5 tahun dan 4 tahun penjara.
Lebih lebih lagi majelis hakim tidak menjelaskan dalam pertimbangan putusaannya apalah Abdul Asis dan Nur Muhammad Yusuf sebagi pelaku TPPU Aktif atau Pasif, karena ancaman hukumnya jauh berbeda. Ibrani juga menilai ada hak terdakwa yang dilanggar yakni hak untuk memilih sendiri penasihat hukumnya oleh karena itu banding ini adalah diajukan demi keadilan dan kepastian hukum agar jangan ada lagi kasus sankon dan karta atau kasus dihukumnya orang yang tidak bersalah terulang di republic ini, sesuai dengan asas perlindungan ham, “lebih baik membebaskan orang yang bersalah daripada menghukum orang yang tidak bersalah “ urai Ibrani.
“Untuk dapat seseorang dihukum harus terpenuhi unsur actus reus dan mean rea, hal itu tidak terpenuhi dalam perkara ini, jadi banding ini adalah sarana untuk mengkoreksi putusan yang keliru,” pungkas Ibrani. ***