Penembakan massal terhadap 112 orang yang tengah mengantre bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, Palestina, oleh Israel harus dipertanggungjawabkan. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak penyelidikan kasus ini secara independen yang efektif.

Berbicara di St. Vincent and Grenadines menjelang pertemuan puncak regional, Guterres mengaku terkejut dengan episode terbaru perang dengan Israel. Pihak berwenang Palestina mengatakan lebih dari 30 ribu warga sipil telah terbunuh sejak 7 Oktober.

Otoritas Kesehatan Gaza mengatakan, pasukan Israel menembak mati lebih dari 100 warga Palestina saat sedang menunggu pengiriman bantuan. Namun seperti kebiadaban sebelum-sebelumnya di Gaza, Israel menyangkalnya.

Meski demikian, Israel mengatakan, kematian terjadi karena kerumunan orang mengepung truk bantuan. Menurut mereka, para korban terinjak atau tertabrak.

Sebanyak 112 orang tewas dan lebih dari 750 orang terluka. Angka kematian itu merupakan jumlah korban jiwa warga sipil terbesar dalam beberapa minggu terakhir.

Hamas mengatakan, insiden itu dapat membahayakan perundingan di Qatar yang bertujuan mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera Israel yang ditahannya. Petugas medis di Gaza mengatakan mereka tidak mampu mengatasi banyaknya korban luka serius.

Menanggapi pertanyaan tentang kegagalan resolusi Dewan Keamanan baru-baru ini yang mengupayakan gencatan senjata, Guterres mengatakan memburuknya perpecahan geopolitik telah mengubah hak veto menjadi instrumen efektif yang melumpuhkan tindakan Dewan Keamanan PBB.

“Saya sangat yakin bahwa kita memerlukan gencatan senjata kemanusiaan dan kita memerlukan pembebasan sandera tanpa syarat dan segera dan kita harus memiliki Dewan Keamanan yang mampu mencapai tujuan ini,” kata Guterres. (Straits Times/Z-2)