SinarHarapan.id– Pemilihan pilkada serentak se- Indonesia 2024 banyak menghasilkan kecurangan dan terindikasi melanggar undang-undang. Salah satunya Pemilihan Kepala daerah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Pasangan calon (paslon) nomor urut 02 Cecep Nurul Yakin dan Asep Sopari Alayubi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 19e dalam PKPU No 8/2024 tentang pencalonan kepala daerah terkait penetapan paslon nomor urut 3 Ade Sugianto-Iip Miptahul Paoz oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya.
Gugatan ini diajukan karena paslon 03 dianggap melanggar Putusan MK No 2/2023 yang menetapkan masa jabatan dua periode bagi kepala daerah, termasuk mereka yang sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) atau Penjabat (Pj).
Dijelaskan konsultan politik paslon 02, H Harry Khoirul Anwar gugatan ini dilakukan setelah berbagai upaya hukum di tingkat lokal tidak membuahkan hasil. Sebelumnya, laporan telah diajukan ke Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya, namun tidak diregistrasi.
“Kami sudah berusaha di Bawaslu, namun laporan kami tidak diindahkan. Karena itu, kami membawa masalah ini ke MK sebagai puncak upaya mencari keadilan,” ujar Harry usai mengajukan gugatan di gedung MK, Jakarta, Senin (9/12).
Dijelaskannya, sengketa ini berawal dari perbedaan interpretasi antara KPU Kabupaten Tasikmalaya dan Putusan MK No 2/2023. Putusan MK tersebut menyatakan bahwa masa jabatan kepala daerah dihitung sejak memiliki kewenangan, baik sebagai Plt, Pj, maupun definitif. Namun, KPU menetapkan perhitungan masa jabatan dimulai dari pelantikan.
Menurut penghitungan MK, paslon nomor urut 3, Ade Sugianto telah menjabat lebih dari dua periode jika dihitung sejak menjabat sebagai Plt Bupati pada 2018 menggantikan bupati sebelumnya, Uu Ruzhanul Ulum yang menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat. Namun, KPU tetap menyatakan Sugianto memenuhi syarat pencalonan, sehingga mengundang kritik dari berbagai elemen masyarakat, termasuk ulama, organisasi mahasiswa, dan aktivis.
“Kami yakin, berdasarkan putusan MK, Ade Sugianto seharusnya tidak memenuhi syarat pencalonan karena sudah menjabat lebih dari dua periode. Oleh sebab itu, kami meminta MK mendiskualifikasi paslonĀ nomor urut 03,” tegas Harry.
Untuk diketahui, hasil rekapitulasi KPU Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan paslon nomor urut 03 meraih 52 persen suara, disusul paslon nomor urut 02 dengan 28 persen suara, dan paslon nomor urut 01 dengan 20 persen suara. Jika gugatan ini dikabulkan, maka paslo nomor urut 02 berpotensi ditetapkan sebagai pemenang tanpa perlu pemilihan ulang.
“Saat ini, kami meminta MK untuk menegakkan keadilan dengan membatalkan keputusan KPU Kabupaten Tasikmalaya yang meloloskan paslon nomor urut 03. Putusan MK seharusnya menjadi aturan tertinggi yang mengikat semua pihak,” tegas kuasa hukum paslon 03, Faisal Hafied yang mendaftarkan gugatan ke MK.
Harry menambahkan, kasus serupa seperti di kabupaten Tasikmalaya ini juga terjadi di Kabupaten Cianjur.
“Seharusnya KPU belajar dari kasus serupa di daerah lain. Ketegasan MK sudah ada, dan KPU tidak boleh melanggarnya,” tandas Harry.
Ia menyebut jika gugatan ini bukan semata gugatan hasil Pilkada, tetapi gugatan penetaapan paslon oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya yang melawan putusan MK.
Kini, pihaknya menanti MK untuk memberikan keputusannya. Jika MK memutuskan mendiskualifikasi paslon nomor urut 3, maka hal ini akan menjadi yurisprudensi sekaligus preseden penting dalam pelaksanaan Pilkada di Indonesia, khususnya terkait masa jabatan kepala daerah.