SinarHarapan.id – Pemerintah terus mengajak masyarakat Indonesia untuk mencintai dan bangga akan karya anak negeri sendiri. Melanjutkan kesuksesannya di tahun 2020, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) kembali hadir di tahun 2023 sebagai bagian dari program percepatan transformasi digital dan industri kreatif nasional.
Sebanyak 30 juta pelaku UMKM ditargetkan pemerintah untuk masuk ke dalam ekosistem digital. Strategi proaktif diperlukan untuk mendorong pelaku UMKM menghasilkan produk yang berkualitas dan memiliki daya saing. Salah satu hal yang penting dilakukan adalah menyertakan sertifikat halal pada produk-produk UMKM guna meningkatkan kepercayaan konsumen.
Edukasi dan pemahaman mengenai sertifikasi halal, termasuk melakukan ekspor atau go global, penting diberikan kepada para pelaku UMKM. Mengingat hal itu, Direktorat Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), menggelar Forum Digitalk dengan tema “Sertifikasi Halal untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM” di Tarakan, Kalimantan Utara (19/8/2023).
Kegiatan ini merupakan bagian dari acara puncak atau Harvesting Gernas BBI yang diselenggarakan pada 18-20 Agustus 2023 dengan Festival Karya Kreatif Benuanta “Menyatu dalam Harmoni Benuanta”.
Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kemkominfo, Septriana Tangkary, dalam laporannya menjelaskan bahwa sejak peluncuran Gernas BBI pada 14 Mei 2020 oleh Presiden Jokowi, kegiatan tersebut telah menunjukkan kemajuan yang cukup pesat. Gernas BBI sendiri bertujuan untuk mendukung UMKM di masa pandemi dan mendorong masyarakat untuk merasa bangga dan membeli produk lokal.
“Kominfo setiap tahun selalu memberikan dukungan di bidang telekomunikasi dan media handling demi kesuksesan Gernas BBI serta dukungan pendampingan pembuatan NIB (Nomor Induk Berusaha) dan forum sosialisasi sertifikasi halal,” ujar Septriana.
Isu halal juga menjadi isu yang sangat sensitif di Indonesia, terkait permintaan pasar untuk produk halal global juga sangat besar dan cenderung meningkat.
Staf Ahli Menkominfo Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, R. Wijaya Kusumawardhana yang hadir sebagai keynote speaker, menambahkan bahwa sertifikasi halal begitu penting. Pasalnya, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia. Wijaya mengutip dari laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISCC) tahun 2023, bahwa sebanyak 237,6 juta penduduk di Indonesia yang beragama Islam. Sehingga, prospek Indonesia dalam mengembangkan wisata halal telah diakui dunia
“UMKM harus mampu menjadi yang terdepan dalam memanfaatkan peluang dari pariwisata halal karena telah menjadi pasar yang menjanjikan. Perjalanan wisatawan muslim global terus meningkat seiring dengan meningkatnya nilai belanja,” jelas Wijaya.
Ia juga menambahkan soal beberapa hal yang perlu dimiliki oleh destinasi wisata untuk mewujudkan wisata halal di antaranya penyediaan makanan halal, fasilitas pendukung untuk beribadah yakni mushola dan tempat wudhu, hingga pelayanan ramah muslim lainnya.
Untuk itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah berkolaborasi dengan berbagai stakeholder terkait. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara, Wahyu Indra Sukma, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Kalimantan Utara, Elang Buana, dan Ketua Satgas Jaminan Produk Halal (JPH) Provinsi Kalimantan Utara, H. Syopyan, hadir sebagai narasumber pada kesempatan ini.
Wahyu Indra Sukma menjelaskan bahwa keberlangsungan UMKM, khususnya di tengah tren industri halal, turut didukung oleh Bank Indonesia. Terlebih, saat ini Indonesia menempati posisi top 10 di empat sektor industri halal. Salah satunya yakni membuat program yang memberdayakan UMKM.
“Program IKRA (Industri Kreatif Syariah Indonesia) adalah program pemberdayaan usaha syariah sektor makanan halal dan fashion utamanya berbasis komunitas bersifat end to enddengan tujuan untuk menciptakan pelaku usaha dan produk halal yang berkualitas dan dapat bersaing di pasar halal baik domestik maupun global, sehingga dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” jelas Wahyu.
Label halal yang digunakan pada produk-produk UMKM, tidak serta merta digunakan begitu saja. Namun, harus mendapatkan sertifikasi terlebih dahulu. Elang Buana menjelaskan bahwa para pelaku usaha yang memproduksi dan memperdagangkan produk-produk pangan di Indonesia, wajib bersertifikat halal dan tertera logo halal pada kemasannya.
“Sertifikasi halal adalah suatu fatwa tertulis yang dikeluarkan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sertifikat halal MUl adalah sertifikat yang menyatakan keterangan berupa pernyataan tertulis mengenai kehalalan produk yang disebutkan dalam sertifikat tersebut. Sertifikat halal ini termasuk dalam syarat bagi para pelaku usaha untuk mendapatkan izin mencantumkan label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang,” jelas Elang.
Sejalan dengan hal tersebut, Syopyan menegaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 4. Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mendorong penyesuaian regulasi JPH yang mengatur kemudahan sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil.
“Regulasi Jaminan Produk Halal (JPH), pemerintah menyusun kebijakan terkait jaminan produk halal sebagai upaya mendorong pengembangan industri halal untuk pasar domestik dan meningkatkan ekspor produk halal Indonesia dalam pasar global,” ucap Syopyan.
Forum Digitalk bertema “Sertifikasi Halal untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM” diharapkan dapat memberikan sosialisasi terkait peran izin usaha dan upaya memajukan UMKM guna mendukung pemulihan ekonomi nasional. Khususnya, sertifikasi halal yang pada kesempatan ini juga diberikan kepada sejumlah UMKM di Tarakan.
Dengan harapan, akan berdampak pada daya saing UMKM dan memenuhi kebutuhan konsumen saat ini. Kegiatan ini dihadiri sekitar 250 peserta secara luring dengan melibatkan para stakeholder yang terlibat dalam industri UMKM mulai dari pemerintah dan para pelaku UMKM Tarakan. (non)