SinarHarapan.id – Ketua Umum Pita Putih Indonesia (PPI), Giwo Rubianto Wiyogo, menyerukan aksi kolektif dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memuliakan perempuan dan anak, khususnya dalam menghadapi ancaman perubahan iklim yang semakin nyata.
Seruan ini disampaikan dalam Seminar Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan Ibu dan Anak yang berlangsung di Jakarta pada Selasa (10/12/2024).
Dalam seminar tersebut, Giwo menekankan bahwa perubahan iklim berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, terutama perempuan dan anak.
Kondisi ini memicu peningkatan kasus penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD), tuberkulosis (TBC), diare, dan berbagai penyakit lainnya di Indonesia.
“Siapa yang bergerak kalau bukan kita? Pita Putih Indonesia memiliki visi dan misi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Kami mengajak pemerintah, masyarakat, jurnalis, media, dan legislatif untuk melihat langsung ke lapangan dan menyaksikan dampaknya, khususnya di daerah pesisir,” ujar Giwo dengan penuh semangat.
Pentingnya Kolaborasi Multistakeholder
Giwo menegaskan komitmen PPI untuk mengambil langkah nyata melalui advokasi dan penyusunan rekomendasi strategis kepada pemerintah dan DPR. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang bersifat kolaboratif untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.
“Kami tidak hanya berbicara. Kami akan melakukan tindakan konkret di lapangan yang mampu memberikan dampak positif bagi perempuan dan anak,” imbuhnya.
Menurut Giwo, gerakan PPI bertujuan untuk menciptakan karya nyata dengan multiplier effect yang mampu mengurangi dampak penyakit, mendukung tumbuh kembang anak, dan mendorong terciptanya generasi yang berkualitas guna mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Dampak Perubahan Iklim
Ketua Pelaksana Harian PPI, Heru Kasidi, memaparkan sejumlah temuan dari laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2022 yang menunjukkan betapa seriusnya dampak perubahan iklim terhadap kesehatan perempuan dan anak.
Kenaikan suhu global, menurut Heru, telah memengaruhi sistem endokrin tubuh, yang mengatur hormon dan fungsi vital lainnya. Selain itu, perubahan suhu juga berdampak pada siklus ovarium dan meningkatkan risiko bayi lahir prematur.
Heru menambahkan, penelitian IPCC di berbagai negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan negara-negara di Amerika Selatan, mengungkapkan bahwa dampak perubahan iklim terhadap kesehatan anak-anak sangat signifikan.
“Di Tiongkok, kasus pneumonia pada anak meningkat sebesar 77%. Di Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Israel, kasus preeklamsia pada ibu hamil meningkat hingga 50%,” ungkapnya.
Dampak lainnya termasuk kebakaran lahan yang marak terjadi akibat perubahan iklim.
Di Amerika Serikat dan Brasil, dampak kebakaran lahan telah menyebabkan penurunan angka kelahiran bayi hingga 80% dan peningkatan kasus cacat lahir sebesar 28%.
Langkah Strategis PPI
Seminar ini menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong aksi nyata dalam menangani isu kesehatan ibu dan anak yang terancam oleh perubahan iklim.
PPI berencana mengadvokasi kebijakan yang lebih inklusif, menggalang dukungan berbagai pihak, dan melaksanakan program-program berbasis masyarakat.
“Kami berharap upaya ini dapat membawa perubahan signifikan, khususnya dalam memberikan perlindungan kepada kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Ini adalah bagian dari tanggung jawab kita bersama untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” tutup Giwo.
Dengan kolaborasi yang kuat dan langkah-langkah strategis yang terintegrasi, Giwo optimistis bahwa tantangan besar akibat perubahan iklim dapat diatasi, dan kesehatan perempuan serta anak dapat terus terjaga demi masa depan Indonesia yang lebih cerah.