Nasional

Presiden Diminta Hentikan Delegitimasi Gerakan Sipil

×

Presiden Diminta Hentikan Delegitimasi Gerakan Sipil

Sebarkan artikel ini

Amnesty International: Kritik Masyarakat Bukan Ancaman Negara

Demo Indonesia Gelap di Jakarta 21 Februari 2025 (Foto: AI Indonesia)

SinarHarapan.id – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menuding aksi demonstrasi “Indonesia Gelap” didanai oleh koruptor menuai sorotan tajam dari kalangan masyarakat sipil. Amnesty International Indonesia menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk delegitimasi terhadap hak konstitusional warga untuk menyampaikan kritik secara damai.

“Pernyataan Presiden itu adalah bentuk serangan terhadap kebebasan berekspresi dan hak masyarakat untuk menyuarakan protes sah,” ujar Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, Senin (21/7). Menurut dia, tuduhan Presiden tidak didasarkan pada bukti yang dapat diverifikasi dan berpotensi merusak ruang demokrasi.

Ia menilai pola serupa pernah digunakan oleh pemimpin lain di dunia, seperti mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sering menyebarkan disinformasi untuk mendiskreditkan kelompok pencari suaka dan migran. “Retorika seperti ini hanya akan merusak legitimasi gerakan masyarakat sipil dan mengaburkan substansi kritik terhadap pemerintah,” kata Wirya.

Baca Juga: Serangan Digital terhadap Aktivis Pemilu, Amnesty Desak Pengusutan Tuntas

Tuduhan Tanpa Dasar

Dalam pidato di Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo, Minggu (20/7), Presiden Prabowo menyebut gerakan sosial seperti demonstrasi “Indonesia Gelap” dan tagar #KaburAjaDulu sebagai hasil rekayasa yang dibiayai oleh pihak-pihak yang ingin Indonesia terus dalam kegaduhan dan kemiskinan.

“Koruptor-koruptor itu yang biayai demo-demo itu. Indonesia gelap… Indonesia gelap. Sori ye, Indonesia cerah!” kata Presiden dalam pidatonya.

Sebelumnya, Prabowo juga menyampaikan hal senada dalam beberapa kesempatan lain, termasuk dalam pidato Hari Lahir Pancasila di Jakarta, awal Juni lalu. Saat itu, ia menyebut ada kekuatan asing yang mendanai lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mengadu domba bangsa Indonesia.

Menyudutkan Kritik

Wirya menilai pendekatan semacam ini bukan hal baru dalam kepemimpinan Prabowo. “Alih-alih merespons kritik substansial dari rakyat, Presiden justru memilih menyerang motif dan kredibilitas para pengkritiknya,” ujarnya.

Menurut Amnesty, tuduhan-tuduhan tanpa bukti kepada kelompok sipil berisiko menciptakan narasi berbahaya yang menyamakan kritik terhadap pemerintah sebagai tindakan makar atau pengkhianatan.

“Retorika semacam ini umum ditemukan di negara-negara dengan kecenderungan otoriter, di mana negara takut pada transparansi dan pertanggungjawaban,” ucap Wirya.

Ruang Demokrasi Terancam

Gelombang kritik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran meningkat sejak awal 2025. Sejumlah demonstrasi mahasiswa dan masyarakat sipil digelar di berbagai kota pada Februari lalu dengan tema “Indonesia Gelap”, menyoroti kebijakan kontroversial selama 100 hari pertama masa jabatan mereka.

Isu yang diangkat termasuk keberatan atas kebijakan efisiensi anggaran, pembagian konsesi tambang kepada perguruan tinggi, serta desakan agar pemerintah segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Di media sosial, tagar #KaburAjaDulu mencuat sebagai ekspresi kekecewaan atas berbagai kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.

Amnesty International Indonesia menyerukan agar Presiden menghentikan segala bentuk delegitimasi terhadap gerakan masyarakat sipil. “Presiden harus menjamin ruang aman bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik secara sah dan damai,” ujar Wirya.

Menurutnya, memperkuat demokrasi bukan berarti membungkam perbedaan suara, melainkan membuka ruang dialog dan pertanggungjawaban.