SinarHarapan.id – KBRI Phnom Penh, Kamboja mencatat lonjakan kasus WNI bermasalah. Sepanjang Januari hingga Maret 2025, tercatat 1.301 kasus. Sebagian besar korban tergiur tawaran kerja fiktif. Mereka dijanjikan gaji besar dan pekerjaan ringan. Namun, kenyataannya mereka justru terlibat penipuan daring.
Sebanyak 1.112 kasus berasal dari skema kerja palsu. Artinya, 85 persen dari seluruh kasus adalah online scam. Pelaku menjanjikan fasilitas mewah dan syarat mudah.
Korban diminta datang ke Kamboja tanpa banyak pertanyaan. Setelah sampai, mereka dijebak ikut kejahatan daring. Sebagian besar tidak menyadari mereka sedang dimanfaatkan. Bahkan ada yang dipaksa bekerja secara ilegal.
Baca Juga: Kemlu RI: Waspada Tawaran Kerja Jadi Scammer di Kamboja
Kerja fiktif berubah jadi aktivitas kriminal lintas negara. Fenomena ini jadi perhatian serius pemerintah Indonesia. KBRI Phnom Penh siaga menangani kasus demi kasus.
Modus Penipuan Semakin Licin
Modus kerja fiktif makin canggih dan terselubung. Pelaku merekrut melalui media sosial dan aplikasi pesan. Mereka menjanjikan gaji dolar tanpa pengalaman khusus.

Korban diminta segera berangkat tanpa banyak proses. Begitu tiba, paspor mereka langsung disita. Setelah itu, mereka dikurung dan diawasi ketat.
Banyak WNI tak bisa kabur dari tempat kerja. Mereka dipaksa melakukan penipuan daring setiap hari. Target penipuan justru masyarakat Indonesia di Tanah Air. Skema ini makin luas dan sulit dideteksi dini.
Penipuan dilakukan dalam jaringan yang sangat terorganisir. Pelaku memanfaatkan kesulitan ekonomi para pencari kerja. Mereka menjebak korban dengan narasi sukses palsu. Foto kantor, testimonial, dan video dikemas profesional. KBRI Phnom Penh terus menelusuri jaringan ini lebih jauh.
Kesadaran Publik Masih Rendah
Dubes RI untuk Kamboja, Santo Darmosumarto, angkat suara. Menurutnya, korban umumnya tinggal di Kamboja lebih dari 6 bulan. Mereka tidak langsung sadar telah menjadi korban penipuan.
Padahal, pemerintah telah sering memberi peringatan keras. Media juga rutin mengangkat kasus serupa secara nasional. Namun, informasi itu belum menjangkau semua calon pekerja. Sebagian masyarakat tetap percaya tawaran kerja instan.
“Nampaknya walaupun sudah ada himbauan Pemerintah, walaupun pemberitaan di media cukup masif, dan kasus sering viral di sosial media, ternyata masih banyak WNI yang terbuai dengan tawaran pekerjaan yang menyesatkan, yang janjikan gaji tinggi, kerjaan mudah, fasilitas enak, dan persyaratan yang minim,” kata Dubes Santo.
Dubes RI menilai edukasi digital masih perlu ditingkatkan. Masyarakat harus belajar mengenali ciri tawaran kerja fiktif. Tanpa pengetahuan, korban baru akan terus bermunculan.
Dubes juga mengimbau keluarga ikut mengawasi anggota keluarganya. Keluarga harus kritis bila ada yang mau ke luar negeri. Cek agen perekrut, tujuan, dan jenis pekerjaan ditawarkan. Jangan tergiur janji manis yang tak masuk akal. Kewaspadaan jadi kunci utama mencegah kerja fiktif.
KBRI Perkuat Kerja Sama Lintas Instansi
Menghadapi lonjakan kasus, KBRI perkuat strategi perlindungan. Koordinasi dilakukan dengan pemerintah pusat dan daerah.
Langkah pencegahan jadi fokus utama KBRI Phnom Penh.
Upaya ini melibatkan kementerian, lembaga, dan komunitas lokal. KBRI juga bekerja sama dengan otoritas Kamboja. Tujuannya mempercepat proses penyelamatan korban WNI.
Beberapa korban telah berhasil dipulangkan ke Indonesia. Proses ini dilakukan melalui jalur diplomatik intensif. Tak hanya itu, edukasi publik diperluas melalui kampanye daring.
KBRI di Kamboja juga rutin memberikan informasi di media sosial. Konsulat dan organisasi diaspora juga dilibatkan aktif. Tujuannya mencegah penipuan menyebar lebih luas lagi.
KBRI menganggap kasus kerja fiktif sebagai ancaman serius. Tindakan penegakan hukum juga sedang disiapkan bersama. Para pelaku akan ditindak secara tegas dan menyeluruh.
Kematian WNI di Kamboja
Selain korban penipuan, KBRI menangani 28 kematian WNI. Jumlah itu naik 75 persen dari tahun sebelumnya. Penyebab kematian bervariasi, mayoritas karena penyakit kronis.
|
Sebanyak 11 WNI meninggal karena jantung dan stroke. Lima lainnya karena gagal ginjal dan diabetes. Empat korban karena kanker, epilepsi, dan DBD. Tiga kasus disebabkan HIV dan penyakit seksual menular. Ada juga tiga kematian karena kecelakaan lalu lintas. Dua korban meninggal karena TBC dan gangguan paru-paru.
Data ini menunjukkan lemahnya akses kesehatan bagi WNI. Banyak dari mereka bekerja dalam kondisi rentan. Lingkungan kerja tidak sehat dan minim perlindungan medis.
KBRI mendorong peningkatan layanan kesehatan bagi para WNI di Kamboja. Termasuk penyediaan akses rumah sakit dan asuransi. Perlindungan WNI mencakup fisik, hukum, dan psikologis.
Waspada dan Bijak
KBRI Phnom Penh mengajak rakyat Indonesia lebih waspada ke depan. Masyarakat harus meneliti setiap tawaran kerja luar negeri.
Cek agen resmi, kontrak, dan izin kerja yang sah. Jangan berangkat jika informasi tidak transparan dan lengkap.
Konsultasi bisa dilakukan ke dinas tenaga kerja setempat. Juga bisa bertanya ke kantor-kantor perwakilan RI atau KBRI melalui jalur resmi.
Dubes Santo menegaskan pentingnya literasi digital nasional. Masyarakat harus tahu risiko kerja luar negeri ilegal.
Pemerintah Indonesia berkomitmen melindungi seluruh WNI di luar negeri. Namun, masyarakat juga harus aktif menjaga diri sendiri.
Jangan mudah percaya janji kerja tanpa bukti valid. Jangan tergiur fasilitas mewah dari agen tak dikenal.
Pikirkan keselamatan sebelum mengambil keputusan besar. KBRI akan terus hadir di garda terdepan perlindungan. Perlindungan WNI adalah tugas bersama seluruh bangsa Indonesia.