SinarHarapan.id – Utang PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang cukup besar dan sejumlah masalah masih belum bisa terselesaikan menjadi faktor desakan bagi pemerintah untuk mengganti Dirut PLN.
“Dirut sudah menjabat selama lima tahun. Perlu diganti dalam rangka penyegaran dan meningkatkan performa kinerja,”kata Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Pensiunan PLN (FK4P) Okky Setiawan Kamarga dalam siaran pers yang diterima redaksi di Jakarta, Senin (27 Oktober 2025).
Okky menilai untuk itulah PLN butuh penyegaran manajemen. Okky pun menyorot performa kinerja PLN dimana utang BUMN kelistrikan itu menunjukkan tren meningkat.
Dia meyebutkan, hingga Juni 2025 total utang PLN menembus Rp734,26 trilun, lebih tinggi dibandingkan pada 2024 dimana total utang PLN mencapai Rp711,2 triliun. Sementara pada 2023, utang PLN sebesar Rp655 triliun.
“Padahal PLN mendapatkan banyak privilese dari negara,”ungkap Okky. Dia mengatakan, selain diberi hak monopoli distribusi, PLN juga menjalankan penugasan subsidi, diberikan penyertaan modal negara setiap tahun, dan diberikan kekhususan regulasi dalam pasokan melalui domestic market obligation (DMO) dan mengatur harga batu bara dan gas.
Dia menilai sejumlah masalah pemadaman yang masih terjadi seperti di Aceh pada akhir September 2025 lalu, juga pemadaman di Bekasi, Bali, dan sistem kelistrikan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) pada 2024 lalu sebagai bagian dari lemahnya manajemen krisis perusahaan listrik milik negara itu.
“Seharusnya dengan kondisi kelistrikan saat ini, sudah tak ada pemadaman listrik lagi di Indonesia,”tegasnya.
Lonjakan Utang
Beberapa waktu lalu, Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam juga menyoroti soal lonjakan utang BUMN kelistrikan itu.
Kondisi utang PLN, kata Anam, mencerminkan kegagalan manajemen keuangan perusahaan pelat merah itu, meski selama ini mendapat berbagai fasilitas dari negara.
“PLN ini perusahaan monopoli, punya akses penuh ke fasilitas negara, tapi keuangannya justru babak belur. Ini keliru secara manajemen,” ujarnya.
Namun demikian, PT PLN (Persero) menyodorkan data yang dipublikasikan dimana perusahaan itu berhasil membukukan penjualan listrik sebesar 155,62 Terawatt hour (TWh) sepanjang Semester I 2025. Penjualan ini tumbuh 4,36% secara year on year (YoY) dibanding periode yang sama di tahun lalu yang mencapai 149,11 TWh.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo pun mengapresiasi dukungan penuh pemerintah dalam pencapaian tersebut.
Ia menegaskan bahwa sinergi lintas lembaga menjadi kunci bagi PLN dalam menjaga kinerja tetap solid di tengah tekanan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global.
“Kami sangat berterima kasih kepada Pemerintah dan semua pihak yang terus mendukung PLN. Berkat kolaborasi ini, kami berhasil membukukan kinerja yang solid. Ini juga jadi bukti keberhasilan Pemerintah dalam menjaga kestabilan ekonomi terlihat dari naiknya konsumsi listrik pelanggan,” ucap Darmawan dalam keterangan resmi PLN.
Dengan perolehan konsumsi listrik tersebut, PLN berhasil mencetak laba periode berjalan senilai Rp6,64 triliun sepanjang Semester I tahun 2025. Perolehan laba tersebut melesat 32,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5 triliun.
Peningkatan laba seiring dengan naiknya pendapatan yang dibukukan perseroan. Pendapatan PLN mencapai Rp281,89 triliun per Juni 2025. Jumlah pendapatan ini naik 7,57% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp262,06 triliun.
Untuk mendukung kinerja PLN, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengubah skema pembayaran subsidi.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan skema baru pembayaran kompensasi energi sebesar 70 persen setiap bulan akan menguntungkan PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Sebelumnya, kompensasi energi dibayarkan pemerintah setiap tiga bulan sekali. Menurut Purbaya, perubahan mekanisme itu akan membantu memperkuat arus kas jangka pendek dua perusahaan pelat merah tersebut. Dengan demikian, perusahaan tidak perlu terlalu bergantung pada pembiayaan eksternal dari perbankan.
“Itu akan membantu keuangan Pertamina dan PLN karena short term cash-nya terpenuhi di situ. Jadi mereka tidak harus pinjam terlalu banyak ke perbankan dengan semua (bunga) yang harus dibayar oleh mereka,” ujarnya di Gedung Kementerian Keuangan.









