SinarHarapan.id-Pemanfaatan seluruh bagian kelapa sawit secara maksimal, ternyata dapat berkontribusi besar dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. Apalagi, kini pemerintah tengah mengembangkan energi terbarukan berbasis sawit.
Dari data Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022, luas lahan sawit Indonesia adalah 14,38 juta hektare. Dengan kemampuan menyerap karbon dioksida (CO2) sebesar 64,5 ton per hektar, maka sawit terhitung mampu menyerap 927,5 juta ton CO2 pada 2022.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengungkapkan kebijakan bauran energi berupa biodiesel 30 persen (B30) terbukti mampu menurunkan emisi karbon dari penggunaan bahan bakar solar sekitar 50 persen hingga 60 persen.
Kini, pemerintah kembali meningkatkan program ke B35 untuk meningkatkan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
“Dibandingkan bahan bakar lain, kita ini paling baik, turunkan emisi 62 persen dibandingkan minyak diesel (fosil). Sekarang B35 sudah ada dan banyak perusahaan (produsen) sudah berdiri di Jawa, Kalimantan, termasuk Sulawesi,” kata Dadan dalam diskusi Forum Wartawan Pertaian (Forwatan) bertema “Kontribusi Industri Sawit Terhadap Net Zero Emission Indonesia” secara daring, Rabu (24/5/2023).
Dadan mengungkapkan, keberadaan pohon sawit juga terbukti mampu menyerap emisi CO2 di udara. Berdasarkan penelitian Forestry and Forest Product Research Institute, pohon sawit mampu menyerap CO2 sebanyak 25 ton per hektare per tahun dibandingkan pohon lain yang hanya 6 ton per hektare per tahun.
Adapun dalam penelitian lain disebutkan, sawit bahkan bisa menyerap 64,5 ton CO2 per hektare per tahun. Bila mengacu pada luasan lahan sawit Indonesia sebesar 14,38 juta hektare maka setidaknya ada 927,5 juta ton CO2 yang mampu diserap pohon sawit.
“Secara langsung saya sampaikan, sawit itu bagus untuk lingkungan karena menyerap CO2 lebih banyak dibanding pohon lain,” kata Dadan.
Namun, ia pun tak menampik sawit punya sejarah kelam karena penggunaan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit.
Dadan menegaskan perlu dibandingkan antara luasan sawit dengan luasan hutan yang masih ada saat ini. Pihaknya pun mendorong agar pelaku usaha dan petani mengikuti sertifikasi RSPO dan ISPO sebagai bukti jaminan ramah lingkungan.
Dadan menambahkan, pemerintah kini juga terus mendorong pengembangan pembangkit listrik berbasis sawit sebagai energi baru terbarukan. Ia mencatat potensi sawit sebagai bahan baku produksi listrik mencapai 28.148 megawatt (MW). Adapun saat ini total kapasitas pembangkit listrik yang sudah menggunakan sawit sudah mencapai 874,57 MW.
Subkoordinator Direktorat Perlindungan Perkebunan, Kementerian Pertanian, Dwimas Suryanata, menambahkan, pemerintah terus mendorong sertifikasi ISPO yang menjadi standar Indonesia. Adapun untuk perluasan perkebunan sawit hanya dapat dilakukan pada lahan telantar atau terdegradasi.
Uni Eropa baru saja resmi menerapkan undang-undang baru deforestasi bernama EU Deforestation Regulation (EUDR). Kebijakan Eropa dengan dalih pencegahan penggundulan hutan itu secara langsung akan berdampak terhadap sejumlah komoditas ekspor andalan RI ke kawasan Eropa.
Kebijakan EUDR resmi diterbitkan pada 16 Mei 2023. Dalam pengumumannya, Dewan Eropa menyatakan kawasan Uni Eropa sebagai konsumen dan pedagang besar komoditas serta produk turunannya memainkan peran penting dalam deforestasi.
Adapun aturan baru tersebut demi memastikan konsumsi dan perdagangan Eropa atas sejumlah komoditas tidak berkontribusi pada deforestasi yang semakin merusak hutan.
Sementsra Direktur Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB University Meika Syahbana Rusli, mengatakan, sawit termasuk tanaman dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Karena itu, kemampuan serapan CO2 sawit tergolong lebih tinggi ketimbang tanaman lainnya. Semakin banyak bagian dari sawit yang dimanfaatkan, maka kian besar perannya dalam penurunan emisi.
“Saat ini sawit terutama digunakan untuk campuran bahan bakar, pembangkit listrik, pupuk, dan lainnya,” katanya.
Menurut dia, penggunaan sawit untuk biodiesel, dikutip dari data Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) yang menemukan penggunaan B30 (campuran 30 persen biodiesel dalam seliter bahan bakar solar) dapat mengurangi emisi sebesar 24,6 juta ton pada 2020. Jumlah itu setara dengan 7,8 persen dari target capaian penurunan emisi sektor energi pada 2030, yaitu sebesar 314 juta ton.(isn/infopublik)