SinarHarapan.id – Selain transisi ke penerapan teknologi digital yang berbasis data, industri baja mengambil inisiatif untuk mengambil langkah penting yang mendukung keberlangsungan proses produksi untuk produknya dengan sumber daya yang mendepankan kelestarian lingkungan.
Konsep hijau dalam industri baja menurut Liwa Supriyanti, Direktur PT Gunung Prisma wajib menjadi prinsip dalam standarisasi di masa mendatang, yang akan mencakup lini dari hulu sampai hilir dan perdagangan antar negara/wilayah.
Sebagai contoh, industri otomotif dunia seperti Mercedes-Benz dan Volvo sudah mengambil langkah kolaborasi dengan produsen baja untuk suplai baja yang bebas CO2, karena baja menjadi penyumbang utama dari bobot dan bahan baku kendaraan.
SSAB, produsen baja Swedia, yang menjadi pemasok baja untuk Volvo dan Mercedes- Benz menggunakan HYBRIT (Hydrogen Breakthrough Ironmaking Technology) bersama dengan produsen bijih besi LKAB dan perusahaan energi Vattenfall, yang mengolah biji besi berbasis listrik dan hidrogen bebas fosil. Mulai 2026, SSAB dikatakan sudah siap memasok pasar dengan baja bebas fosil dalam skala industri.
Sementara itu, Fortescue Metals Group di Australia akan mengumumkan di tahun 2023 rencana investasinya dalam sebuah proyek hidrogen hijau, yang tentatif akan dibangun di pulau Gibson, yang terletak di Timur Laut negara bagian Queensland.
Kelaikan studi yang diselesaikan pada Desember 2021, untuk proyek tersebut memperkirakan aplikasi elektrolisis akan mampu memproduksi 50,000 ton hidrogen per tahun dengan energi terbarukan, untuk memasok fasilitas produksi ammonia yang diproduksi oleh produsen top pupuk Incitec Pivot. Ini merupakan langkah untuk beralih dari gas alam untuk produksi ammonia itu sendiri.
Untuk penjajakan energi terbarukan di Indonesia, pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Koordinator Keraritiman dan Investasi telah melakukan kesepakatan kerja sama dengan Fortescue Future Industries Pty Ltd (FFI) yang merupakan anak perusahaan Fortescue Metals Group di bidang pengembangan industri energi hijau pada 4 September 2020.
Satuan tugas dari kedua belah pihak akan mengadakan studi kelayakan pada proyek-proyek yang bersumber pada tenaga air dan panas bumi untuk mendukung akselerasi bauran energi hijau yang juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar global. Dikatakan juga kalau akselerasi menuju energi air (hydropower) diperlukan untuk produksi hidrogen untuk industri batere lithium ke depannya dan kontribusi pada kendaraan listrik di Indonesia.
Tampak bahwa prospek hidrogen sebagai bahan baku untuk industri hijau masa depan akan memegang peran yang strategis mendukung teknologi terdepan dalam beberapa industri.
Dari dunia sains pun bermunculan metode baru untuk produksi baja yang rendah emisi. Sebut saja salah satunya, Molten Oxidate Electrolysis (MoE) atau elektrolisis oksida cair. Proses kimiawi ini mengubah biji besi menjadi besi dan oksida cair.
Donald Sadoway, ahli material kimia dari Massachusetts Institute of Technology, universitas terkemuka di Amerika Serikat, merupakan pencetus teknologi ini. Dikatakannya kalau proses produksi bijih besi menjadi baja itu tak menghasilkan karbon sama sekali. Karena nihi karbon, produksi baja juga tak menyumbang gas rumah kaca ke atmosfer.
Sebagai perusahaan yang bergerak dalam perdagangan dan suplai produk baja, PT Gunung Prisma menurut Liwa Supriyanti, akan mencermati perkembangan terkini dalam metodologi, rantai suplai dan teknologi, mengadopsi prinsip baja hijau untuk kelestarian lingkungan.
Dikatakannya lebih lanjut, penerapan prinsip baja hijau di Indonesia tentunya akan mendukung untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis produksi yang bisa menjangkau dan memenuhi kebutuhan pasar global di masa depan.