SinarHarapan.id – China secara tegas dan terbuka memberikan dukungannya terhadap keanggotaan penuh negara Palestina di PBB. Dukungan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, saat bertemu dengan Presiden Palestina, Mahmud Abbas, di kota Ramallah, Tepi Barat.
“Kami mendukung Palestina menjadi anggota resmi PBB. Bencana di Gaza kembali mengingatkan dunia bahwa fakta bahwa wilayah Palestina telah lama diduduki tidak bisa lagi diabaikan,” kata Wang, dikutip Arab News.
Dalam pernyataannya, Wang juga menyoroti adanya ketidakadilan historis yang diderita oleh rakyat Palestina. Situasi buruk itu dinilai sudah saatnya untuk diakhiri.
“Keinginan lama rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka tidak dapat lagi dihindarkan, dan ketidakadilan historis yang diderita oleh rakyat Palestina tidak dapat berlanjut dari generasi ke generasi tanpa adanya perbaikan,” lanjutnya.
China jadi salah satu negara yang konsisten menyerukan gencatan senjata di Gaza sejak Israel dan Hamas berperang di kawasan itu pada Oktober 2023.
Secara historis, China juga selalu bersimpati pada perjuangan Palestina dan mendukung solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina.
Presiden China, Xi Jinping, juga telah menyerukan dibentuknya konferensi perdamaian internasional untuk menyelesaikan pertempuran antara Israel dan Hamas.
Tengah tahun lalu, Xi dan Abbas mengadakan pembicaraan di Beijing. Kedua pemimpin mengumumkan pembentukan kemitraan strategis antara China dan Palestina.
Xi menegaskan bahwa China selama ini mendukung rakyat Palestina untuk memulihkan hak-hak nasional mereka yang sah. Xi berjanji akan terus bekerja untuk mencari solusi yang komprehensif, adil dan tahan lama dari masalah kedaulatan Palestina.
“China dan Palestina adalah teman baik dan mitra baik yang saling percaya dan mendukung. China adalah salah satu negara pertama yang mengakui Organisasi Pembebasan Palestina dan Negara Palestina,” kata Xi dalam pidatonya, dikutip Xinhua (14/6/2023).
Perang di Gaza hingga saat ini telah menewaskan lebih dari 30.000 orang dan memaksa jutaan warganya hidup sebagai pengungsi di bawah ancaman bencana kelaparan.