Internasional

Saatnya Indonesia Menghapus Hukuman Mati

×

Saatnya Indonesia Menghapus Hukuman Mati

Sebarkan artikel ini

Amnesty International Indonesia mendukung penghapusan hukuman mati.

Presiden Prabowo Subianto menyatakan penolakannya terhadap penggunaan hukuman mati di Indonesia dalam wawancara di Hambalang, Bogor, pada 6 April 2025

SinarHarapan.id – Presiden Prabowo Subianto menyatakan penolakannya terhadap penggunaan hukuman mati di Indonesia dalam wawancara di Hambalang, Bogor, pada 6 April 2025. Dalam pernyataannya, Presiden menyebut bahwa hukuman mati bersifat final dan tidak memberi ruang koreksi. Menurutnya, walaupun keyakinan terhadap kesalahan seseorang mencapai 99,9 persen, tetap ada kemungkinan kekeliruan. Karena itu, ketika hukuman sudah dijalankan, tak mungkin membatalkannya kembali.

“Pada prinsipnya, sebenarnya kalau bisa kita tidak hukuman mati. Karena hukuman mati itu final. Padahal mungkin saja kita yakin dia 99,9 persen dia bersalah, mungkin saja ada satu masalah ternyata dia korban atau dia di-frame. Kalau hukuman mati final, kita enggak bisa hidupkan dia kembali, iya kan,” kata Presiden dalam sesi wawancara tersebut.

Presiden menambahkan bahwa seseorang bisa saja dijebak atau menjadi korban framing. Ia menilai, risiko seperti itu tidak bisa diabaikan. Dalam situasi seperti ini, hukuman mati menjadi sangat berbahaya dan tidak adil. Sikap hati-hati Presiden menunjukkan perhatian terhadap kemungkinan pelanggaran hak asasi. Ini merupakan pernyataan penting dalam sejarah kebijakan pidana Indonesia.

Baca Juga: Kemlu Pulangkan WNI yang Terancam Hukuman Mati di Saudi

Pandangan Presiden membuka peluang besar untuk perubahan sistem hukum pidana. Posisi kepala negara bisa memengaruhi kebijakan hukum secara nasional. Sikap tersebut memberi harapan bagi kelompok pegiat hak asasi manusia. Mereka yang selama ini mengadvokasi penghapusan hukuman mati melihatnya sebagai momentum penting. Ini bisa menjadi awal baru bagi Indonesia.

Amnesty Serukan Tindak Lanjut Konkret

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyambut positif sikap Presiden. Menurutnya, pernyataan itu bisa jadi fondasi perubahan besar. Usman menegaskan bahwa sejarah menunjukkan peran penting presiden dalam penghapusan hukuman mati. Ia menyebut contoh negara seperti Meksiko dan Mongolia. Kedua negara tersebut menghapus hukuman mati setelah presiden mereka bersuara tegas.

“Dalam sejarah penghapusan hukuman mati di dunia, sikap kepala negara menjadi modal penting untuk menghilangkan hukuman mati, baik dalam praktik maupun dalam hukum,” kata Usman Hamid.

Presiden Meksiko dan Mongolia menyatakan penolakan terbuka terhadap eksekusi mati. Pernyataan tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam kebijakan resmi negara. Usman mengatakan bahwa Indonesia berpeluang menempuh jalan serupa. Namun, pernyataan Presiden perlu diikuti tindakan nyata dari jajaran pemerintah. Usman menekankan perlunya gerakan serius dari para menteri.

Ia menyebut Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra sebagai pihak yang perlu merespons. Menurutnya, kementerian harus mulai meninjau ulang seluruh kebijakan terkait hukuman mati. Evaluasi ini bertujuan untuk membangun sistem hukum yang lebih manusiawi. Usman menyebut penghapusan hukuman mati tidak akan terjadi dalam semalam. Namun, langkah kecil yang konsisten bisa menuju perubahan besar.

Langkah-Langkah Awal Penghapusan Hukuman Mati

Usman menyarankan beberapa langkah konkret sebagai awal proses penghapusan. Pertama adalah moratorium resmi terhadap penuntutan dan eksekusi mati. Artinya, negara berhenti menjatuhkan dan melaksanakan hukuman mati. Kedua, pemerintah perlu memberikan komutasi bagi mereka yang terancam eksekusi. Komutasi berarti pengurangan atau penggantian hukuman mati dengan hukuman seumur hidup.

Langkah ketiga adalah menghentikan vonis hukuman mati dari pengadilan. Dalam hal ini, jaksa tidak lagi menuntut hukuman mati. Hakim juga tidak menjatuhkan vonis mati dalam kasus apapun. Kebijakan ini bisa dilakukan secara administratif sebelum revisi undang-undang. Dengan cara ini, negara bisa menekan angka vonis mati tanpa harus menunggu legislasi selesai.

Langkah awal ini penting sebagai sinyal niat baik pemerintah. Usman menyebut bahwa setidaknya ada 13 aturan yang memuat hukuman mati. Pemerintah bersama DPR harus mengkaji aturan-aturan tersebut. Revisi diperlukan agar pasal-pasal hukuman mati dihapus atau diganti. Proses ini membutuhkan kesepakatan lintas fraksi dan dukungan masyarakat luas.

Peran Politik dalam Perubahan Hukum

Usman menyebut bahwa penghapusan hukuman mati seringkali lahir dari keputusan politik. Artinya, perubahan tidak selalu menunggu konsensus nasional. Bahkan di negara yang telah menghapus hukuman mati, masyarakatnya masih terbelah. Namun, karena keberanian pimpinan tertinggi, keputusan bisa dilaksanakan. Indonesia bisa belajar dari proses ini.

Keputusan politik pemimpin bisa membuka jalan bagi perubahan hukum. Ini pernah terjadi di Mongolia dan Meksiko. Keduanya kini tercatat sebagai negara abolisionis. Negara abolisionis berarti negara yang menghapus hukuman mati secara penuh. Keputusan mereka sejalan dengan tren global.

Usman menyatakan bahwa saat ini mayoritas negara dunia telah menghapus hukuman mati. Negara-negara tersebut memprioritaskan hak asasi manusia. Mereka menilai hukuman mati tidak efektif dan tidak adil. Tren ini terus berkembang dalam forum internasional. Amnesty menilai Indonesia bisa masuk dalam barisan negara progresif.

Mengakhiri Kekerasan dalam Sistem Hukum

Usman menyebut bahwa hukuman mati tidak membawa keadilan. Hukuman mati justru menciptakan korban baru dalam sistem hukum. Dalam banyak kasus, hukuman ini memperkuat ketimpangan. Mereka yang miskin, rentan, atau termarjinalkan lebih mudah mendapat vonis mati. Ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam penerapannya.

Amnesty International menyerukan penghapusan hukuman mati tanpa syarat. Organisasi ini menolak hukuman mati dalam semua kasus. Mereka tidak memperbolehkan pengecualian apapun, termasuk untuk kejahatan berat. Mereka menilai bahwa tidak ada kejahatan yang pantas dibayar dengan nyawa. Hukuman seumur hidup dianggap sudah cukup memberi efek jera.

Usman menekankan pentingnya membangun sistem hukum yang adil. Sistem tersebut harus menjunjung nilai kemanusiaan dan hak hidup. Ia percaya Indonesia mampu menunjukkan kepemimpinan moral. Dengan menjadi negara abolisionis, Indonesia bisa berperan dalam forum global. Keputusan itu akan mengangkat nama Indonesia dalam komunitas internasional.

Menjadi Teladan Baru di Kawasan

Jika Indonesia menghapus hukuman mati, dampaknya bisa luas. Negara-negara lain di kawasan akan memperhatikan keputusan ini. Indonesia bisa menjadi pemimpin perubahan di Asia Tenggara. Kawasan ini masih banyak menerapkan hukuman mati. Langkah Indonesia akan memberi inspirasi bagi negara tetangga.

Keputusan Indonesia juga akan memperkuat posisi diplomatiknya. Dalam isu hak asasi manusia, suara Indonesia akan lebih di dengar. Langkah ini memperlihatkan konsistensi antara prinsip dan tindakan. Dunia akan menghargai komitmen Indonesia terhadap hak hidup. Perubahan ini juga memperkuat sistem demokrasi Indonesia.

Amnesty percaya bahwa perubahan besar selalu berawal dari langkah kecil. Pernyataan Presiden Prabowo bisa menjadi momen penting. Sekarang saatnya Indonesia memulai proses menuju penghapusan. Rakyat menanti kebijakan yang lebih manusiawi dan adil. Masa depan tanpa hukuman mati bukanlah hal yang mustahil.