SinarHarapan.id – Saat matahari tenggelam di ufuk Magelang, sebuah ritual kuno berpadu dengan pesona modern menyambut malam Waisak. Candi Borobudur, mahakarya Dinasti Syailendra yang menjulang anggun, kembali menjadi panggung perayaan Tri Suci Waisak. Tahun ini, pada 12 Mei 2025, langit di atas kompleks candi akan diterangi kemilau 2.569 lampion.
Bukan sekadar perayaan keagamaan, Festival Lampion Waisak telah menjelma menjadi pesta budaya yang mengundang ribuan pasang mata—wisatawan lokal maupun mancanegara—untuk larut dalam keheningan dan cahaya. Momen ketika ribuan harapan diterbangkan ke langit malam, menjadikan Borobudur bukan hanya pusat spiritualitas, tapi juga magnet pariwisata.

Festival ini diselenggarakan oleh WALUBI dan Majelis Agama Buddha Mahanikaya Indonesia (MBMI), dengan dukungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dalam dua sesi penerbangan lampion. Pada sesi pertama, pengunjung dapat memasuki area pukul 16.30 WIB dan penerbangan dimulai pukul 18.00 – 20.00 WIB. Adapun sesi kedua yaitu pukul 21.00 – 23.00 WIB.
Pengunjung yang mengenakan busana serba putih akan berkumpul di Taman Lumbini dan Lapangan Marga Utama. Sembari menjaga kekhusyukan, mereka menuliskan doa-doa pada secarik kertas yang ditempelkan ke lampion-lampion tipis berbahan ramah lingkungan dari Thailand.
Namun, Waisak bukan hanya soal ritual dan penerbangan lampion. Perayaan ini membuka peluang bagi pengunjung untuk meresapi sisi lain Magelang—dari sejarah, seni, hingga panorama alam yang meneduhkan.
Menyusuri Candi dan Meditasi Senyap
Berada di kompleks Borobudur adalah seperti memasuki kitab batu yang terbuka. Relief-relief pada dinding candi seakan mengisahkan perjalanan jiwa menuju pencerahan. Wisatawan yang datang lebih awal bisa menyusuri setiap tingkat candi, menyewa pemandu, dan mengabadikan momen dalam bingkai kamera.
Menjelang malam, suasana berubah hening. Suara paritta suci menggema lembut, menyelimuti area candi. Para peserta meditasi duduk bersila, menenangkan diri sebelum menuliskan harapan dan menerbangkannya bersama lampion ke langit malam.

Magelang, Lebih dari Sekadar Candi
Tak jauh dari candi, Museum dan Kampung Seni Borobudur menyuguhkan kisah visual dari warisan leluhur. Di dalamnya tersimpan miniatur candi, patung Buddha, hingga lukisan karya Affandi. Pengunjung bisa menyusuri dinding relief, berburu cenderamata, atau sekadar berfoto dengan latar Bukit Menoreh.
Bagi penikmat literasi, Taman Baca Melek Huruf di Desa Candirejo menghadirkan lebih dari sekadar buku. Di tengah lanskap kebun dan perbukitan, taman baca ini menawarkan suasana damai lengkap dengan kudapan rumahan. Ada penginapan dengan tur lokal, menyajikan Magelang dari balik lembaran buku dan pengalaman nyata.
Dari Kabut Pegunungan hingga Sungai Progo
Untuk mereka yang mengejar fajar, Punthuk Setumbu adalah tempat sakral bagi para pencari cahaya pagi. Di ketinggian 1.300 mdpl, pengunjung dapat menyaksikan matahari muncul dari balik siluet Borobudur, diapit kabut dan barisan gunung.
Lebih tinggi lagi, Dusun Butuh—dijuluki “Nepal van Java”—menawarkan panorama rumah-rumah bertingkat di lereng Gunung Sumbing. Suasana pagi dengan kabut tipis membuat dusun ini serupa lukisan hidup.
Bagi pencinta petualangan ringan, Gunung Andong adalah pilihan favorit. Dengan trek pendakian yang bersahabat, gunung setinggi 1.726 mdpl ini menyuguhkan lanskap pegunungan yang bisa dinikmati siapa saja, dari pemula hingga keluarga.
Di sisi lain, Wisata Getek Balong menawarkan nostalgia. Menyusuri Sungai Progo dengan rakit bambu, wisatawan diajak merasakan kembali tradisi zaman pembangunan Candi Borobudur. Jeram kecil, batu-batu sungai, dan cahaya senja menjadikan perjalanan ini bagian dari Borobudur Trail of Civilization—kisah peradaban yang mengalir di antara alur sejarah dan sungai.
Sebuah Undangan untuk Merayakan Cahaya
Festival Waisak bukan sekadar destinasi. Ia adalah perayaan cahaya, harapan, dan kekayaan budaya. Dari doa yang terbang bersama lampion hingga senyum pengrajin di kampung seni, Magelang membuka pintunya untuk siapa saja yang ingin menyentuh kedalaman—baik spiritual maupun keindahan alamnya.
Bagi para pelancong, Magelang tak lagi sekadar titik di peta. Ia adalah ruang kontemplasi, petualangan, dan perayaan hidup.