SinarHarapan.id – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengecam tindakan aparat terhadap pelajar Papua yang menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Mencegat dan menangkap siswa tanpa alasan hukum merupakan pelanggaran HAM,” ujar Usman. Penggunaan gas air mata serta tembakan peringatan terhadap pelajar yang berdemonstrasi merupakan tindakan berlebihan.
Polisi seharusnya menyelidiki tindakan anggotanya agar sesuai aturan. Menembakkan gas air mata secara sembarangan adalah bentuk pelanggaran HAM.
Aparat harus memahami bahwa penggunaan kekuatan berlebihan tidak boleh menjadi solusi menghadapi protes damai pelajar.
Kekerasan oleh Aparat dan ASN
Seorang ASN terekam menendang siswa saat demonstrasi. Ironisnya, kekerasan itu terjadi di depan aparat yang seharusnya melindungi siswa. Amnesty International menekankan bahwa aparat dan ASN harus menghentikan kekerasan terhadap siswa.
Baca Juga: 440.000 Pelajar Terpapar Judi Online, Menkomdigi Kunjungi SMAN 92 Jakarta
Kepolisian harus mengusut tindakan anggotanya yang menggunakan kekuatan berlebihan di Nabire, Yalimo, Jayapura, dan Wamena. ASN yang menginjak siswa harus diproses hukum sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak Tahun 2014. Aparat yang membiarkan kekerasan terjadi juga harus bertanggung jawab.
Hak Pelajar Menyampaikan Pendapat
“Negara harus menerima kritik dari siswa, bukan meredamnya,” tegas Amnesty International. Anak-anak memiliki hak menyuarakan pendapat dan berunjuk rasa damai. UUD 1945 serta Konvensi Hak-Hak Anak menjamin hak ini. Negara wajib melindungi anak-anak yang menyampaikan aspirasi mereka secara damai.
Latar Belakang Demonstrasi
Pada 17 Februari, pelajar Papua menggelar protes menolak MBG dan menuntut pendidikan gratis serta peningkatan fasilitas sekolah. Di Nabire, aparat menghadang puluhan pelajar dan membawa mereka ke kantor polisi menggunakan truk. Sebuah video viral menunjukkan seorang ASN menendang dan menghardik siswa di kantor polisi.
Di Yalimo, polisi menembakkan 12 kali peluru dan gas air mata untuk membubarkan aksi. Di Jayapura, 15 pelajar SMP dan SMA ditangkap lalu dipulangkan setelah diperiksa di Mapolsek Heram. Laporan menyebut beberapa siswa mengalami kekerasan saat ditangkap. Di Wamena, polisi menggunakan gas air mata menghadapi aksi pelajar.
Kekerasan terhadap Pelajar Bukan Hal Baru
Sementara itu, Konvensi Hak-Hak Anak menjamin hak anak untuk berekspresi melalui demonstrasi damai. Namun, aksi represif terhadap pelajar bukan hal baru. Pada November lalu, sekolah memanggil seorang siswa di Bogor dan memaksanya meminta maaf karena mengunggah porsi MBG.
Pada akhirnya, kekerasan terhadap pelajar yang menyuarakan kritik mencerminkan sikap anti-kritik pemerintah. Amnesty International mendesak aparat untuk menghentikan intimidasi dan kekerasan terhadap siswa yang menyampaikan aspirasi mereka.