SinarHarapan.id – Staf Khusus Menteri Pertahanan bidang Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Letnan Kolonel (Tit.) Dr. Lenis Kogoya, S.Th., M.Hum., mengungkapkan bahwa dirinya masih menjadi target dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Status sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh kelompok separatis tersebut belum dicabut hingga hari ini.
“Masih sampai sekarang,” ujar Lenis saat ditemui sejumlah wartawan, termasuk SinarHarapan.id di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025.
Namun pria kelahiran Pitewi, Papua, itu menanggapi ancaman tersebut dengan tenang. “Saya tidak pernah takut, kecuali Tuhan Yesus. Manusia saya tidak pernah takut,” tegas Lenis, yang juga menjabat Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua.
Di balik keberaniannya, Lenis tetap menawarkan pendekatan damai sebagai solusi bagi konflik panjang di Papua. Dalam pertemuan dengan awak media di Balai Media Kementerian Pertahanan, Lenis mengusulkan legalisasi tambang rakyat sebagai upaya menertibkan praktik tambang ilegal sekaligus meredam ketegangan.

Usulan Legal Tambang Rakyat
Menurut Lenis, akar konflik Papua tidak bisa dilepaskan dari isu ketimpangan ekonomi dan eksklusi masyarakat adat dari pengelolaan sumber daya alam. Untuk itu, ia mendorong pemerintah pusat dan daerah membuka jalur legal melalui skema Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
“Kami minta kepada Kementerian ESDM maupun pemerintah daerah supaya kita bisa memberikan IPR. Jadi mereka bisa dulang atau kerja sama dengan investor, tapi harus orang Papua yang kelola,” kata Lenis.
Ia menegaskan, keterlibatan kepala-kepala suku dalam proses perizinan penting untuk menjamin legalitas dan menghindari konflik horizontal. “Supaya ekonomi juga terbantu, dibantu koordinasi dengan kepala-kepala suku untuk bisa memberikan lahan,” ujarnya.
Meski demikian, Lenis menyadari bahwa gagasan ini masih dalam tahap awal. “Belum berjalan. Dalam waktu dekat kami mau rapat,” katanya. Ia mengaku tengah menyiapkan forum lintas kementerian dan lembaga untuk menyusun mekanisme implementasi IPR di Papua.
Meredam Zona Merah
Usulan Lenis menjadi penting di tengah meningkatnya kekerasan di sejumlah wilayah konflik seperti Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Intan Jaya, hingga Maybrat dan Deiyai. Wilayah-wilayah ini masuk dalam daftar merah TPNPB-OPM.
Penanganan represif terhadap tambang ilegal, menurut Lenis, hanya akan memperbesar eskalasi konflik. “Kalau datang dengan kekuatan militer, masyarakat takut. Yang penting sekarang kesejahteraan,” katanya.
Alih-alih operasi militer, pendekatan kesejahteraan menjadi opsi yang terus ia suarakan, termasuk saat bersuara meminta penarikan pasukan TNI/Polri dari Nduga pascapenyerangan kelompok bersenjata. Saat itu, ia sempat berbeda pandangan dengan Menko Polhukam Wiranto.
Dari Pedalaman ke Istana
Lenis Kogoya bukan sosok baru di lingkar kekuasaan. Ia mulai dikenal publik saat menjabat Staf Khusus Presiden Joko Widodo pada 2015. Kedekatannya dengan Jokowi bermula ketika Lenis masih menjadi mahasiswa di Semarang pada awal 2000-an.
Putra kepala suku Dani dari Pegunungan Tengah, Gin Iyaglo Kogoya, itu menilai keberadaannya di Istana sebagai sejarah baru bagi masyarakat pedalaman Papua. “Hanya di pemerintahan Jokowi orang gunung bisa masuk Istana,” ucapnya.
Dengan latar belakang akademik hingga doktoral, serta pengalaman menjelajah ke wilayah-wilayah terpencil, Lenis menjadi rujukan dalam isu Papua di berbagai lingkar pengambil kebijakan.
Dalam upayanya mendekatkan negara ke masyarakat Papua, Lenis bahkan menyebut ingin menghadirkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke tanah Papua. “Agar bisa dialog langsung dengan masyarakat,” katanya.
Kehadiran Gibran dinilai penting untuk menjawab langsung keresahan warga sekaligus mempertegas komitmen pemerintah terhadap pembangunan damai dan partisipatif di Papua.
Hanya Takut Tuhan
Meski menjadi sasaran OPM, Lenis tidak ciut. Ia mengaku siap mati demi Papua tetap dalam pangkuan NKRI. “Saya siap mati untuk NKRI. Tapi saya juga siap berdialog dengan siapa pun. Kita ini satu bangsa,” ujarnya.
Bagi Lenis Kogoya, menjaga kedaulatan Papua bukan berarti menutup ruang dialog. Ia meyakini, hanya lewat pendekatan manusiawi dan partisipatif, perdamaian di tanah kelahirannya bisa benar-benar diwujudkan.