SinarHarapan.id – PT Kimia Farma Tbk (IDX: KAEF) berencana untuk menambah produksi Bahan Baku Obat (BBO) dari 12 menjadi 28 hingga tahun 2024.
Rencana ini untuk memastikan kemandirian farmasi dan alat kesehatan dari pemerintah, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
“Perseroan dapat menghemat impor BBO industri Farmasi dalam negeri setelah PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) selaku anak usaha berproduksi dengan menggandeng Sung Wun Pharmacopia Co, Ltd., dari Korea Selatan,” kata Direktur Utama KAEF David Utama dalam paparan media di Cikarang, Senin (3/10/2022).
Ia memerinci, pada tahun 2020, telah menghemat 2,72 persen dari total impor BBO senilai Rp901.36 miliar. Tahun 2021 berhasil menghemat 4,61 persen impor BBO senilai Rp1,025 triliun.
Tahun 2022 diharapkan dapat menghemat 9,63 persen impor BBO senilai Rp2,051 triliun.
“Maka di tahun 2023, kami harap dapat menghemat 10,53 persen dengan nilai Rp2,75 triliun dan tahun 2024 senilai Rp3,7 triliun atau setara 16,7 persen,” kata dia.
Lebih lanjut ia juga bilang, pembangunan fasilitas produksi BBO berlokasi di Cikarang, Jawa Barat yang telah selesai dilakukan pada tahun 2018 ini, terus melakukan inovasi untuk mewujudkan ketahanan kesehatan nasional melalui produksi BBO.
PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia sudah memilki sertifikat Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Pengembangan Bahan Baku Obat dilakukan sesuai dengan program pemerintah dan prioritas kebutuhan nasional, dimana sampai tahun 2022, telah berhasil memproduksi 12 item BBO yang telah memiliki sertifikat GMP dari Badan POM RI sehingga siap untuk digunakan oleh seluruh Industri Farmasi dalam negeri, yaitu:
– 3 BBO anti kolesterol yaitu Simvastatin, Atorvastatin dan Rosuvastatin
– 1 BBO anti platelet untuk obat jantung yaitu Clopidogrel
– 2 BBO anti virus Entecavir dan Remdesivir
– 4 BBO Anti Retroviral (ARV) untuk HIV AIDS yaitu Tenofovir, Lamivudin, Zidovudin dan Efavirenz
– 1 BBO untuk diare yaitu Attapulgite
– 1 BBO untuk antiseptic dan desinfectan yaitu Iodium Povidon.
Untuk meningkatkan produksi menjadi 28 BBO, lanjut dia, perseroan membutuhkan dana belanja modal sebesar Rp600 miliar.