Network

Hak Angket dalam Pandangan Negara Hukum, Inkonstitusional, Karena Menabrak UU.

×

Hak Angket dalam Pandangan Negara Hukum, Inkonstitusional, Karena Menabrak UU.

Sebarkan artikel ini

SinarHarapan.id – Hak Angket yang sedang di gulirkan oleh Parpol dari Paslon Amin ( Anis – Muhamein ) dan Gama ( Ganjar – Mahfud ) sekarang sedang menjadi perhatian banyak pihak. Karena baru pertama tama kali dalam sejarah Pemilu Gerakan Politik yang bernama Hak Angket digulirkan dan ini menyusul setelah hitung cepat ( quick count ) yang diselenggarakan lembaga survei memenangkan Paslon 02 PraGrib ( Prabowo – Gibran ) yang unggul di angka 58 lebih. Suasana semakin memanas manakala hitung manual ( real count ) yang diselenggakan KPU tidak ubahnya dari quick count dan hal ini barang kali yang menjadi pemicu bagi kedua paslon Amin dan Gama, (yang tidak siap kalah) yang perolehan suaranya pertanggal 25 Febuari 2024, seperti dilansir Bisnis Com. Amin 24. 33%, Pragib 58.84 % dan Gama 16.53%.

Apa dan dimana Hak Angket diatur.

Hak Angket adalah sebuah instrumen politik yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ). Kenapa oleh penulis disebut instrumen, karena posisinya berada dibawah Lembaga legislatif ( DPR RI ) dan bentuknya satuan kerja yang bersifat tidak permanen ( temporary).
Dalam UUD 45 ( telah diamandemen ) masalah Hak Angket diatur dalam pasal 20A, yang antara lain berbunyi :
DPR mempunyai Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak Bertanya. Hak Angket adalah sebuah instrumen yang bekerja dalam masalah penyelidikan
Dan secara lebih chusus masalah Hak Angket diatur dalam UU No. 17 tahun 2014, Tentang DPR, DPD dan DPRD pasal 79 ayat 1 huruf b:
DPR mempunyai Hak Angket
dan dalam pasal 3, tentang Hak Angket bunyinya sbb :
Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan
terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal
penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Terkait dari penjelasan pasal 79 ayat 1 huruf b dan pasal 3, tugas Dewan untuk melakukan penyelidikan terhadap Kerja Pemerintah yang berkaitan dengan hal hal yang Strategis dan Penting dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Lalu apakah kerja KPU dan Lembaga Penyelenggara Pemilu lainnya yang masuk dalam wilayah kerja DPR dalam bentuk satuan kerja Dewan yang bernama “ Angket “

Negara Indoneia “ menganut “ Negara hukum.

Menurut A.V. Dicey, seorang pakar Hukum Tata Negara berkebangsaan Inggris, menyebutkan; negara hukum ( The Rule of Law) menurutnya adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum ist: 1. Supremacy of Law. 2. Equality before the law. 3. Due Process of Law.

Pendapat dari Prof Wiryono :
pengertian Negara hukum sebagai Negara yang para penguasa atau pemerintahnya, sebagai penyelenggara Negara, dalam melaksanakan tugas kenegaraan terikat pada peraturan peraturan hukum yang berlaku.

Mengacu kepada pendapat para ahli diatas, apakah Indonesia menganut negara hukum ? Hal ini tercermin dalam UUD 45 pada amandeman ke 3 tahun 2001, pada pasal 1 ayat 3. Dan ciri ciri negara Indonesia adalah hukum sebagai penjawantahan dari UUD 45, banyak contoh, antara lain, adanya:
-supremasi hukum
-pembagian kekuasaan yang jelas terdiri dari Eksekutif ( Pemerintah ) Legeislatif ( DPR, DPD ) dan Yudikatif ( Mahkmah Agung ) atau dikenal dengan Trias Politika;. Dan kontek Yudikatif yqng membawahi Badan Badan Peradilan, baik Peradilan Umum, Agama, Militer dan Mahkamah Konstitusi yang mandiri.

Dsri rumusan diatas jeas, Indonesia adalah NEGARA HUKUM ( rechtstaat ) bukan negara kekuasaan ( machstaat ) oleh karenanya rambu rambu hukum yang merupakan element penting dalam berbangsa dan bernegara harus dihormati, maka aktifitas apartur penyelenggara harus segaris dengan semangat dari negara hukum itu sendiri dan tidak boleh offside agar makna negara hukum tetap terjaga dan di Junjung tinggi oleh setiap orang.

Pilpres dan Pileg masuk wilayah sengketa, bukan wilayah politik.

Dalam UU pemilu No 7 tahun 2017, masalah masalah hukum yang berlaku dalam UU Pemilu disebut sengketa. Kaidah ini termuat dalam BAB II SENGKETA PROSES PEMILU, termuat dalam pasal 466 ( dst ) UU No. 7 tahun 2017.
Sengketa itu sendiri menurut Kamus Besar Indonesia ( KBB ): sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan. 2) pertikaian; perselisihan. 3)
Terkait sengketa Pemilu Pilpres dan Pileg sudah ada rambu rambunya, seperti termuat dalam Bagian Ke 2, mengenai, – Penanganan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu-, dalam pasal 467, UU Pemilu terdapat Bawaslu yang menanganinya sengketanya.

Demikian halnya, apabila terjadi perselisihan tentang perolahan suara setelah pengumuman Real Count dari KPU, menurut pasal 24 huruf C ayat 1 UUD 45, Mahkamah Konstitusi berhak melakukan pemeriksaan Sengketa Pilpres dan Pileg. Sehingga perangkat hukum tentang sengketa telah tersedia dalam rangka memeriksa, mengadili dan memutus sengketa Pemilu asal dilandasi dengan alat bukti dan saksi yang benar.
Dengan merujuk kepada perangkat hukum yang tersedia, tidak ada alasan ( cela ) apapun yang boleh menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan, karena dinegara hukum setiap orang harus menghomati hukum yang hidup dan berlaku di negaranya seperti apa yang ajarkan oleh AV. Dicey dan Wiryono. Sehingga insturment Hak Angket yang diwacanakan Partai Partai dari Koalisi Paslon 01 dan 03 sebagai langkah yang inkonstitusional dan kebablasan, kecuali mereka para Pemimpin Partai mau disebut hendak merampas kedaulatan hukum dan menggantinya menjadi negara Kekuasaan ( Machtsaat ), dan kalau itu terjadi mereka layak dicurigai sebagai musuh bangsa yang TIDAK TAAT HUKUM.

***

Ditulis oleh : C. Suhadi SH MH.
Koord : Team Hukum Merah Putih

Foto

SinarHarapan.id – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memberikan arahan saat pengawasan tahapan tenang, penataan dan penghitungan suara Pilkada 2024…

Foto

SinarHarapan.id – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja (tengah) Bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah…