SinarHarapan.id – Penangkapan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte terus menuai protes. Mahkamah Kriminal Internasional, dengan bantuan Pemerintah Filipina, dinilai tebang pilih membela HAM dan menegakkan hukum internasional.
“Ada penjahat lebih besar untuk ditangkap kalau bicara HAM dan kemanusiaan,” kata Vikson Waemese, koordinator unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Filipina di Jakarta, Senin (24/3/2025).
Massa dari Humanity United Project Indonesia (HUPI) memprotes Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) atas penangkapan Duterte. “Ada penjahat besar, namanya Benjamin Netanyahu, sampai sekarang dibiarkan bebas. Bisa ke mana-mana, tidak ditangkap,” katanya.
Sementara di Filipina, sudah jelas ada keluarga Marcos yang menjadi diktator dan koruptor. Bersama kroninya, Marcos menjarah miliaran dollar AS untuk foya-foya.
Anak Marcos Sr, Ferdinand “Bong-bong” Marcos Jr, kini menjadi Presiden Filipina. Pemerintah Filipina di bawah Marcos Jr membantu ICC menangkap Duterte. “Bicara HAM, bebas dari narkoba adalah HAM. Kenapa ini tidak diperhatikan?” lanjut Vikson.
Protes lain
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid juga mempersoalkan penangkapan Duterte. Ia membandingkan kasus yang menimpa mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
HNW menegaskan aturan hukum harus berlaku adil. Dia mendesak lembaga hukum internasional juga harus menjatuhkan hukuman berat kepada Netanyahu yang jelas-jelas melanggar HAM.
“Duterte ditahan karena kasus memerangi narkotika. Tetapi yang dilakukan oleh PM Israel Netanyahu secara kasat mata telah dan masih melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Palestina,” kata HNW.
upaya menangkap dan menahan Netanyahu lebih mendesak daripada lembaga HAM internasional berpikir ekstra keras mencari-cari kesalahan Duterte. Terlebih, tindakan Duterte dilakukan di masa dia menjabat.
“Bila kita bandingkan kasus Duterte dan Netanyahu, maka jelas petanya, Duterte statusnya sudah tidak lagi menjabat sehingga tidak bisa membuat masalah serupa lagi. Sedangkan, Netanyahu masih menjabat dan ketika tidak segera ditangkap dan ditahan, terbukti semakin banyak lagi kejahatan yang dilakukannya kepada rakyat Gaza,” tegas HNW.
Pakar hukum internasional memandang unsur politis lebih kental dibandingkan unsur hukum dalam kasus Rodrigo Duterte. Penangkapannya lebih dilandasi kepentingan politik dari pemerintah yang berkuasa.
“Harus dipahami, kasus ini tidak terlepas dari masalah politik di Filipina. Marcos berkonflik dengan Duterte,” Kata Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana.
Ia mengingatkan, Filipina bukan negara pihak dalam Mahkamah Kriminal Internasional atau International Court of Justice (ICC). Filipina di masa pemerintahan Duterte memutuskan keluar dari ICC. “Ini ada pertanyaan soal kompetensi ICC untuk menangani kasus ini,” kata dia.
Di negara lain yang bukan anggota ICC, pemerintah dan aparatnya mengabaikan perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC. Di Filipina, Ferdinand Marcos Jr memanfaatkan perintah itu untuk mengalahkan Keluarga Duterte yang merupakan pesaingnya.
Apalagi, kasus yang menjadi dasar penangkapan juga memicu pertanyaan lain. Keputusan Duterte mengeksekusi anggota sindikat narkoba diapreasisi banyak pihak. “Bisa menyelamatkan banyak generasi muda dari jeratan kecanduan narkoba,” kata Hikmahanto. (red)