SinarHarapan.id – Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya prinsip keadilan, tanggung jawab bersama berbeda, dan kerja sama global dalam kewajiban perubahan iklim.
Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menyampaikan posisi Indonesia pada public hearings di Mahkamah Internasional (ICJ), Kamis (5/12), terkait Advisory Opinion perubahan iklim.
“Dalam implementasi kewajiban di bawah perjanjian internasional, perlu kerja sama antar-negara dan organisasi internasional yang relevan. Berdasarkan prinsip keadilan dan common but differentiated responsibilities and respective capabilities (CBDR-RC) sesuai dengan keadaan negara yang berbeda,” kata Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno dalam penyampaian oral statement di ICJ.
Indonesia menyebut kewajiban iklim telah ada dalam berbagai perjanjian internasional, seperti UNCLOS, UNFCCC, dan Paris Agreement. Implementasi kewajiban ini memerlukan kerja sama antarnegara berdasarkan prinsip keadilan dan kondisi negara masing-masing.
Baca Juga: Indonesia Tampil di Pameran Semikonduktor Eropa
Pemerintah juga menyoroti kerentanan negara kepulauan terhadap kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim. Kewajiban melindungi lingkungan dari emisi gas rumah kaca belum diatur khusus dalam hukum internasional. Tetapi sudah ada dalam hukum nasional, seperti Pasal 28H UUD 1945 dan Pasal 65 UUPPLH No. 32 Tahun 2009.
Advisory Opinion ini melibatkan 98 negara dan 12 organisasi internasional, menjadi panduan penting bagi hukum internasional dan tata kelola iklim global. Wakil Menteri Luar Negeri berharap ICJ memberikan penjelasan secara jelas.
“Penting bagi ICJ untuk memberikan penjelasan sesuai dengan kerangka hukum internasional terkait perubahan iklim yang ada saat ini. Penerapan aturan hukum secara ketat akan membantu pemahaman terkait upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara global,” kata Wamenlu Havas.
Selain Indonesia, negara seperti India, Iran, dan Kepulauan Solomon juga berpartisipasi. Sidang lisan berlangsung dari 2 hingga 14 Desember 2024.