SinarHarapan.id – Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), menegaskan pentingnya mendengar penjelasan pemerintah secara utuh terkait rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Menurutnya, penjelasan tersebut akan membantu masyarakat memahami latar belakang kebijakan dan konteks fiskal yang mendasarinya.
“Pemerintah perlu menjelaskan agenda dan problematika yang melahirkan urgensi penyesuaian pajak, termasuk manfaatnya bagi rakyat,” ujar Gus Yahya dalam pernyataannya pada Jumat (20/12) di Jakarta. Ia menambahkan, dialog yang jelas dapat mencegah tuntutan parsial yang justru mengganggu komunikasi antara masyarakat dan pemerintah.
Rencana kenaikan PPN ini akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kebijakan ini merupakan langkah untuk meningkatkan penerimaan negara dan menjaga keseimbangan fiskal. “Kenaikan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan bertujuan menopang stabilitas ekonomi nasional,” jelasnya dalam konferensi pers pada Senin (16/12).
Baca Juga: Prabowo: PPN 12% Hanya untuk Barang Mewah
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa kebijakan ini bersifat selektif, hanya berlaku untuk barang dan jasa kategori mewah seperti makanan premium, layanan rumah sakit VIP, dan pendidikan berstandar internasional. “Kami mengutamakan prinsip keadilan, di mana masyarakat mampu membayar pajak sesuai undang-undang, sementara kelompok tidak mampu tetap terlindungi,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah menyediakan berbagai stimulus untuk masyarakat berpenghasilan rendah, seperti bantuan pangan, diskon listrik 50 persen, dan insentif perpajakan. Total alokasi insentif PPN mencapai Rp265,6 triliun pada 2025, dengan sebagian besar manfaat untuk rumah tangga, UMKM, dan dunia usaha.
Namun, kebijakan ini menuai penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. Sebuah petisi “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” telah mengumpulkan lebih dari 90 ribu tanda tangan sejak 19 November 2024.
Gus Yahya berharap masyarakat dapat memahami kebijakan ini dengan kepala dingin setelah mendengar penjelasan pemerintah. Ia menegaskan, “Kebijakan ini membutuhkan diskusi yang komprehensif agar semua pihak dapat berpikir jernih dan obyektif.”