SinarHarapan.id – Proyek Strategis Nasional Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) Kota Makassar mencapai tahap baru dengan ditandatangananinya perjanjian kerja sama di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Selasa (24/9).

Kerjasama tersebut  tidak hanya memperdalam kolaborasi antara China dan Indonesia di bidang energi hijau dan perlindungan lingkungan, tetapi juga merupakan pencapaian penting dalam kerangka inisiatif “Belt and Road”.

Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama untuk proyek investasi senilai USD 200 juta (Rp 3 triliun) dilakukan antara Pemerintah Kota
Makassar yang diwakili Walikota Makassar Ir. H. Mohammad Ramdhan Pomanto dan PT Sarana Utama Synergy diwakili
CTO SUS Environment, Jiao Xue Jun dan Direktur Utama PT. Sarana Utama Synergy, Yee Wai Kuen, serta Zhang Zhike, Director, General Manager PT SUS.

“Penandatanganan proyek insinerasi sampah Makassar menandai langkah penting yang telah kita ambil bersama dalam perlindungan lingkungan dan pembangunan perkotaan berkelanjutan di Indonesia,” kata CTO SUS Environment, Jiao Xue Jun.

“Proyek ini tidak hanya merupakan bagian dari strategi globalisasi perusahaan kami, namun juga merupakan langkah penting bagi Indonesia untuk mendorong transformasi energi ramah lingkungan dan mengoptimalkan kemampuan pengolahan limbah.”

Ketua Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan PSEL sesuai amanat Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan bertindak sebagai saksi dalam acara penandatanganan PKS,  diwakili  Asisten Deputi Energi Kemenko Marves, Ridha Yasser, Ph.D.

“Kami berharap, Konsorsium SUS Shanghai nanti membangun PSEL dengan teknologi yang sudah teruji. Pemilihan teknologi
menjadi kunci utama yang akan diimplementasikan harus dapat yang menghasilkan manfaat, baik secara teknis yang mampu mengurangi
sampah secara signifikan, maupun dapat memberikan keuntungan dari sisi ekonomi,” kata Asisten Deputi Teknologi Ridha Yasser.

Menurutnya, teknologi yang diterapkan harus merupakan teknologi yang proven secara komersial, dan bukan merupakan teknologi yang masih dalam tahap uji coba atau pengembangan.

Penandatanganan juga disaksikan oleh perwakilan dari berbagai Kementerian dari Pemerintah Pusat yang mendukung pelaksanaan percepatan pembangunan PSEL, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup, KPPIP, Kementerian Keuangan, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta pendampingan dari Kejari Makassar dan Polda Sulawesi Selatan.

Proyek yang ditandatangani berlokasi di Kota Makassar dengan kapasitas pembangunan sebesar 1.300 ton/hari. Proyek ini akan dilengkapi dengan dua jalur pembakaran berkapasitas 2×650 ton/hari dan satu unit pembangkit uap berkapasitas 1×35 MW.

Sebagai salah satu proyek strategis nasional untuk pengolahan sampah di Indonesia, proyek ini tidak hanya akan membantu mengatasi masalah pengelolaan sampah yang semakin serius, tetapi juga secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca, mendukung Indonesia dalam mencapai target netral karbon.

 

Gambaran Proyek PSEL Kota Makassar. (Foto: Kemenko Marves)

Proyek ini diperkirakan akan mulai beroperasi pada akhir 2026, dan diharapkan akan menjadi proyek percontohan penting di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.

Semula diharapkan sudah mulai beroperasi pada akhir 2025, menurut Walikota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, kerja sama terkendala dengan berbagai aturan dan perizinan yang tumpang tindih di berbagai lembaga dan kementerian di Indonesia.

“Ini kan aturannya bertebaran di semua kementerian. Beda-beda maunya. Kalau tidak dibenahi, tidak akan ada investasi di Indonesia,” kata Walikota Makassar yang dijumpai usai penandatanganan.

Pada kesempatan tersebut, ada tiga dokumen yang ditandatangani yakni dokumen perjanjian kerjasama dengan PT SUS Shangai yang terkait dengan kesepahaman pembangunan, pengelolaan PSEL antara dua belah pihak dan membangun komitmen untuk mengelola PSEL dengan baik.

Dokumen kedua terkait perjanjian KSPI yang meliputi pemanfaatan aset lahan TPA Tamangapa seluas 3,1 hektare beserta nilai clawback.

Ketiga terkait dokumen kerjasama proyek lahan dan pabrik di Tamalanrea seluas 6,1 hektare yang akan dimanfaatkaan selama 30 tahun mendatang.

Selama masa pembangunan proyek tersebut diharapkan juga akan menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat setempat dan mendorong perkembangan rantai industri terkait.

Indonesia dan China bertekad untuk terus memperkuat kerjasama dan bersama-sama mendorong pelaksanaan lebih banyak proyek perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, memberikan kontribusi positif bagi perlindungan lingkungan ekosistem kawasan dan perkembangan ekonomi.

Perpres Nomor 35 Tahun 2018 memilih 12 kota yang salah satunya adalah Kota Makassar, yang menjadi wilayah ‘darurat sampah’. Dalam Perpres 35/2018 ini, pemerintah pusat memberikan dukungan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dukungan tersebut antara lain dengan  menetapkan feed-in tariff yang lebih tinggi sebesar 13,35 sen AS per kWh dibandingkan biaya pokok pembangkitan (BPP) yang selama ini menjadi acuan PT PLN dalam perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dengan investor.

Penetapan tarif feed-in yang cukup tinggi akan mendorong dunia usaha tertarik untuk berinvestasi dalam proyek sampah atau limbah
menjadi energi.

Kebijakan lain adalah dengan memberikan Bantuan Biaya Pelayanan Pengolahan Sampah (BBLPS) maksimal Rp.500.000 per ton sampah yang diolah dengan teknologi tertentu yang mampu mengurangi sampah secara signifikan. BLPS ini dikenal sebagai tipping fee di dunia
internasional. (nat)