Nasional

Menkumham: “Judicial Review” MA Bikin 24 Napi Korupsi Bebas

×

Menkumham: “Judicial Review” MA Bikin 24 Napi Korupsi Bebas

Sebarkan artikel ini
Empat Narapidana Korupsi Terima Pembebasan Bersyarat di Lapas Klas II A Tangerang, Ada Ratu Atut Chosiyah Hingga Jaksa Pinangki (Dokumentasi Kemenkumham Banten)

SinarHarapan.id – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. PP tersebut padahal mengatur soal pengetatan remisi bagi terpidana.

Karena mengikuti UU sesuai keputusan MA, kata Yasonna, pembebasan sedikitnya 24 orang narapidana perkara korupsi mejadi sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Kami harus sesuai ketentuan saja, aturan UU-nya begitu,” kata Yasonna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/9/2022).

Sebanyak 24 orang narapidana kasus korupsi keluar dari lembaga pemasyarakatan pada 6-7 September, baik karena memperoleh Surat Keputusan (SK) Pembebasan Bersyarat maupun mendapat Cuti Menjelang Bebas (CMB).

“Jadi kan PP Nomor 99 sudah di-review, ada juga keputusan MA (Mahkamah Agung) mengatakan bahwa narapidana berhak remisi. Jadi kan sesuai prinsip non-diskriminasi, ya kemudian di-judicial review-lah PP 99. Makanya dalam penyusunan UU Pemasyarakatan, kita menyesuaikan dengan hasil judicial review,” kata Yasonna.

Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 disebutkan bagi koruptor yang ingin mendapatkan remisi bebas bersyarat wajib membayar denda dan uang pengganti. Namun, tidak perlu mendapatkan pernyataan kesediaan untuk bekerja sama sebagaimana ditetapkan oleh instansi penegak hukum seperti dalam PP 99 tahun 2012.

“Tidak mungkin lagi kami melawan aturan dari keputusan JR (judicial review) terhadap UU yang ada. Itu kan sudah jadi UU,” tambahnya.

Pembatalan PP Nomor 99 Tahun 2012 sesungguhnya diawali Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 41 Tahun 2021. Putusan MK tersebut membuka pintu lebar bagi MA, melalui putusan Nomor 28P/HUM/2021, yang menyatakan pasal-pasal “pengetatan remisi” PP 99 bertentangan dengan UU Pemasyarakatan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Penghilangan syarat justice collabolator dalam putusan MA menjadikan hal tersebut sebagai syarat pemberian hak sesuai dengan UU Nomor 31 Tahun 2014.

Sebanyak 23 narapidana koruptor menerima program pembebasan bersyarat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham pada 6 September 2022.

Ke-23 nama narapidana korupsi yang memperoleh pembebasan bersyarat tersebut ialah Ratu Atut Chosiyah, Desi Aryani, Pinangki Sirna Malasari, dan Mirawati.

Berikutnya, Syahrul Raja Sampurnajaya, Setyabudi Tejocahyono, Sugiharto, Andri Tristianto Sutrisna, Budi Susanto, Danis Hatmaji, Patrialis Akbar, Edy Nasution, Irvan Rivano Muchtar, dan Ojang Sohandi.

Kemudian, Tubagus Cepy Septhiady, Zumi Zola Zulkifli, Andi Taufan Tiro, Arif Budiraharja, Supendi, Suryadharma Ali, Tubagus Chaeri Wardana Chasan, Anang Sugiana Sudihardjo, dan terakhir Amir Mirza Hutagalung. Seorang narapidana korupsi, yaitu Jero Wacik, mendapatkan Cuti Menjelang Bebas (CMB).

Dasar pemberian hak bersyarat narapidana berupa pembebasan bersyarat mengacu pada Pasal 10 UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

Persyaratan pembebasan bersyarat tersebut adalah berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko, serta telah menjalani masa pidana paling singkat dua per tiga dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit sembilan bulan.