SinarHarapan.id – Di tengah kegamangan seorang lulusan SMA menentukan masa depan, sebuah kalimat sederhana sering kali menjadi penenang: pelan saja. Dari frasa itulah sebuah kisah tumbuh, mengalir, dan menemukan maknanya dalam film pendek edukatif terbaru bertajuk Pelan Saja.
Film ini diluncurkan Kantor Perwakilan Perdagangan dan Ekonomi Taipei (TETO) di Indonesia sebagai upaya mempererat pertukaran pendidikan antara generasi muda Indonesia dan Taiwan. Lebih dari sekadar promosi pendidikan tinggi, Pelan Saja menyuguhkan cerita yang hangat, dekat dengan keseharian, dan berakar pada budaya Indonesia.
Diproduksi bersama OMNI Studio, tim kreatif asal Indonesia, film ini mulai tayang pada 10 Desember melalui berbagai platform media sosial, seperti YouTube, Instagram, dan Facebook. Inilah kali pertama TETO menggandeng kreator lokal untuk menyampaikan pesan pendidikan dari sudut pandang Indonesia, sebuah pendekatan yang sengaja dipilih agar terasa lebih membumi.
Baca Juga: Menjembatani Inovasi: 49 Tahun Jejak Taiwan di Pertanian RI
Tokoh utama film ini, Kim, digambarkan sebagai remaja yang berada di persimpangan pilihan. Ia ragu apakah harus melanjutkan kuliah di dalam negeri atau mencoba langkah besar ke luar negeri. Keraguan itu perlahan terurai lewat percakapan dengan seorang senior yang tengah menempuh studi di Taiwan. Dari sanalah cerita bergerak: tentang keberanian mengambil peluang, tentang beasiswa, dan tentang keputusan meninggalkan zona nyaman.
Kisah Kim merekam pengalaman yang akrab bagi banyak pelajar Indonesia. Ada rasa rindu, cemas, dan keterasingan saat pertama kali menginjakkan kaki di negeri orang. Namun film ini juga menampilkan sisi lain: lingkungan belajar yang ramah, dukungan teman-teman lintas bangsa, serta komunitas yang membantu proses adaptasi berlangsung bertahap.
Dengan alur yang tenang, Pelan Saja menunjukkan bahwa proses beradaptasi tidak harus tergesa-gesa. Taiwan digambarkan sebagai ruang belajar yang aman dan inklusif, dengan fasilitas yang memudahkan mahasiswa internasional, termasuk pelajar Muslim. Akses makanan halal, transportasi publik yang nyaman, serta aktivitas komunitas mahasiswa menjadi bagian keseharian yang ditampilkan apa adanya.
Taiwan memang menawarkan lebih dari sekadar ruang kelas. Pilihan program studi berbahasa Inggris dan Mandarin, beragam skema beasiswa, serta kesempatan magang yang terhubung langsung dengan industri menjadi daya tarik tersendiri. Dukungan dosen, jejaring diaspora, dan iklim akademik yang terbuka turut membantu mahasiswa Indonesia mengasah kemampuan profesional sekaligus kepekaan lintas budaya.
Tak mengherankan bila jumlah mahasiswa Indonesia di Taiwan terus meningkat. Kini angkanya telah melampaui 16.000 orang, menjadikan Indonesia sebagai negara asal pelajar asing terbesar kedua di Taiwan. Jumlah itu melonjak lebih dari lima kali lipat dibandingkan satu dekade lalu.
Peningkatan tersebut sejalan dengan berkembangnya kerja sama pendidikan kedua negara. Program pertukaran mahasiswa, gelar ganda, hingga kolaborasi pendidikan vokasi membuka akses yang semakin luas bagi pelajar Indonesia untuk menimba ilmu di Taiwan.
Di bagian akhir film, Kim kembali ke Indonesia. Ia tidak hanya membawa ijazah, tetapi juga cerita dan keberanian. Pengalamannya dibagikan kepada adik-adik dan teman-temannya, menjadi ajakan halus agar mereka berani bermimpi dan melangkah.
Melalui Pelan Saja, TETO tidak sekadar menawarkan tujuan studi. Film ini menghadirkan pesan yang lebih dalam: bahwa setiap mimpi memiliki waktunya sendiri. Dan terkadang, langkah paling berani adalah melangkah perlahan, namun pasti.












