SinarHarapan.id-Dalam hukum pidana, pembuktian menentukan nasib seseorang, bukan opini publik atau tekanan massa.
Demikian pesan inti dari buku Metode Pembuktian Pidana (Seri Kuliah Ringkas), karya Dr. Efendi Lod Simanjuntak, S.H., M.H.
Buku ini mengingatkan bahwa pembuktian sah lebih utama daripada sekadar tuntutan yang lantang.
Dr. Efendi Lod menegaskan bahwa pembuktian adil harus mendasari setiap proses peradilan pidana.
Pengadilan tak boleh berhenti pada dugaan, melainkan harus mengungkap kesalahan secara sah dan jujur.
Sejak awal, buku dengan halaman 180 lembar ini menekankan pentingnya asas praduga tidak bersalah.
Setiap terdakwa wajib mendapat perlakuan tidak bersalah sebelum terbukti melalui putusan berkekuatan hukum tetap.
Negara bertugas membuktikan kesalahan terdakwa, bukan sekadar membenarkan tuduhan.
Penulis menyatakan bahwa terdakwalah yang harus mendapat pembuktian bersalah, bukan sebaliknya.
Selanjutnya, buku ini membahas prinsip “in dubio pro reo” sebagai benteng etika hakim. Ketika bukti meragukan, hakim wajib memutus demi keuntungan terdakwa.
Prinsip ini melindungi hakim dari tekanan emosional atau spekulasi saat memutus perkara. Jika bukti tidak cukup kuat, hakim harus membebaskan terdakwa tanpa ragu.
Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu yang tak bersalah. Buku ini juga membuka realita kelam praktik hukum di lapangan.
Penulis menyoroti penyiksaan, manipulasi bukti, hingga rekayasa kasus yang mencederai keadilan. Semua praktik itu melanggar asas due process of law yang menjamin hak terdakwa.
Dr. Efendi Lod mengecam keras praktik pembuktian yang menjadi alat kekuasaan. Pembuktian harus menjadi benteng HAM, bukan senjata politik atau tekanan penguasa.
Keadilan pidana, menurut buku ini, harus mencakup semua pihak, tanpa terkecuali. Penulis menekankan bahwa keadilan bukan hanya milik korban atau negara.
Terdakwa, saksi, hingga masyarakat pun berhak atas proses hukum yang adil.“Justice for all” bukan slogan, tetapi prinsip perlakuan setara dalam pengadilan.
Dalam kasus korupsi, siber, dan kejahatan lintas negara, tantangan pembuktian semakin kompleks. Teknologi, kata penulis, tidak boleh menghapus prinsip keadilan hukum.
Bukti elektronik tetap harus memenuh asas legalitas yang sah. Tujuan pembuktian adalah menemukan kebenaran, bukan asal menghukum.
Setiap alat bukti melibatkan martabat manusia yang harus dijaga. Hukum akan membangkitkan kepercayaan publik bila ditegakkan dengan adil.
Buku ini lebih dari teori, ia adalah pernyataan moral tentang keadilan pidana. Pesan akhirnya tegas: hukum tidak boleh menjadi alat balas dendam negara.
Hukum pidana wajib menjamin perlindungan hak setiap warga negara. Jika pembuktian berlangsung jujur dan hakim teguh pada nurani, keadilan sejati akan hadir.
Keadilan sejati berlaku bagi semua jiwa, bukan hanya mereka yang bersuara keras.