SinarHarapan.id – Penyerangan terhadap delapan jurnalis yang tengah meliput isu dugaan pelanggaran limbah industri di Serang, Banten, menuai kecaman. Amnesty International Indonesia menilai insiden tersebut bukan hanya serangan terhadap kebebasan pers, melainkan juga pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut kasus ini semakin mengkhawatirkan karena diduga melibatkan aparat kepolisian, pihak perusahaan, serta kelompok masyarakat tertentu.
“Ini jelas merupakan serangan terhadap kebebasan pers sekaligus pembela HAM di Indonesia. Lebih buruk lagi, serangan ini dilakukan bersama-sama oleh aktor negara dan non-negara,” ujarnya, Jumat (22/8).
Baca Juga: Serangan Digital terhadap Aktivis Pemilu, Amnesty Desak Pengusutan Tuntas
Menurut Usman, kepolisian, khususnya Polda Banten dan Polri, harus mengusut kasus tersebut secara objektif dan transparan. “Bukan hanya menghukum pelaku di lapangan, tetapi juga menuntut pertanggungjawaban pimpinan aparat Brimob, pihak perusahaan, maupun ormas yang terlibat,” katanya. Ia mengingatkan bahwa kegagalan menuntaskan kasus ini hanya akan melanggengkan budaya impunitas.
Serangan di Tengah Liputan Sidak
Informasi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Biro Banten dan LBH Pers menyebut, insiden terjadi pada Kamis (21/8/2025) di kawasan PT Genesis Regeneration Smelting, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang.
Delapan jurnalis bersama seorang staf Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dikabarkan menjadi korban pengeroyokan. Serangan diduga dilakukan gabungan aparat Brimob, pihak keamanan perusahaan, ormas, serta karyawan perusahaan.
Seorang jurnalis Bantennews, yang menjadi korban, menuturkan bahwa para wartawan sempat ditolak masuk ke area pabrik. Mereka akhirnya diizinkan masuk setelah pejabat KLH meminta agar liputan diizinkan. Namun, usai sidak selesai dan pejabat KLH meninggalkan lokasi, serangan tiba-tiba terjadi.
“Pelaku ada yang berseragam Brimob, ada pula yang membawa golok. Kami dipukul, dihalangi, bahkan diancam senjata tajam,” ujar korban. Beberapa jurnalis terluka cukup parah hingga harus dirawat di rumah sakit, sementara lainnya terpaksa berlari menyelamatkan diri sejauh beberapa kilometer.
Polisi Tetapkan Empat Tersangka
Polres Serang sehari setelah kejadian mengumumkan penangkapan empat orang tersangka. Dua di antaranya anggota Brimob, sementara dua lainnya merupakan petugas keamanan perusahaan. Polisi menyatakan masih mengejar pelaku lain yang diduga terlibat.
Meski begitu, Amnesty International menegaskan, langkah tersebut belum cukup. “Negara bertanggung jawab mengkomunikasikan kewajiban HAM perusahaan, memproses hukum, serta menjatuhkan sanksi bagi pihak yang menyerang pembela HAM,” ujar Usman Hamid.
Jurnalis sebagai Pembela HAM
Amnesty International mendefinisikan pembela HAM sebagai individu atau kelompok yang memperjuangkan hak asasi manusia melalui cara damai. Mereka dapat berasal dari berbagai kalangan, mulai dari jurnalis, masyarakat adat, pengacara, hingga serikat buruh.
Dari Januari hingga Juni 2025, Amnesty mencatat 54 kasus serangan terhadap pembela HAM dengan 104 korban. Dari jumlah tersebut, 31 orang merupakan jurnalis. “Jurnalis memainkan peran penting dalam melindungi lingkungan melalui publikasi informasi. Menghalangi mereka berarti juga melanggar hak publik untuk mendapatkan informasi,” kata Usman.
Tanggung Jawab Negara
Usman menegaskan, negara memiliki kewajiban melindungi jurnalis dan pembela HAM, sekaligus memastikan perusahaan mematuhi aturan lingkungan. “Jika negara gagal, publik akan menilai pemerintah tidak serius dalam melindungi lingkungan maupun menjamin kebebasan pers,” ujarnya.
Insiden di Serang menjadi peringatan bahwa kerja jurnalis di lapangan masih penuh risiko. Di tengah upaya mengungkap dugaan pelanggaran lingkungan, ancaman kekerasan terus membayangi.