Network

Walikota Magelang Damar Prasetyono: Membangun Karakter untuk Kota yang Berhati dan Berdaya Saing

×

Walikota Magelang Damar Prasetyono: Membangun Karakter untuk Kota yang Berhati dan Berdaya Saing

Sebarkan artikel ini

Sejak dilantik sebagai Wali Kota Magelang pada Februari 2025, Damar berulang kali menegaskan satu hal. Pembangunan harus dimulai dari dalam, dari karakter.

Wali Kota Magelang Damar Prasetyono. (Foto: SH/Hima Maitreya)

SinarHarapan.id – Sempat kurang dikenal di luar lingkup pemerintahan lokal, namun langkah Damar Prasetyono sebagai Wali Kota Magelang seolah membalik paradigma, pembangunan tidak cukup hanya diukur dari gedung dan fasilitas, tetapi juga dari kekuatan karakter dan kedekatan emosional dengan masyarakat.

Sejak dilantik sebagai Wali Kota Magelang pada Februari 2025, Damar berulang kali menegaskan satu hal. Pembangunan harus dimulai dari dalam, dari karakter. Bukan sekadar mempercantik taman kota atau membangun gedung megah, tapi membentuk cara berpikir dan bersikap warga.

“Saya berkomitmen untuk sering berinteraksi dengan masyarakat. Keadilan dan kesejahteraan harus dirasakan oleh semua,” kata Damar ditemui Sinar Harapan ID di Cafe Gade, Sarinah, Jakarta, Senin (30/6). Mas Wali, demikian dia kerap disapa, sedang berkunjung ke Ibukota untuk menemui sejumlah menteri dan wakil menteri demi kemajuan kota yang dipimpinnya.

Dari Sekolah ke Balai Kota

Gagasannya sederhana namun ambisius yakni menjadikan karakter sebagai fondasi pembangunan. “Saya tidak ingin Magelang sekadar bersih dan rapi, tapi juga manusiawi dan beradab,” ujarnya dalam satu forum pendidikan beberapa waktu lalu.

Ia pun mendorong pendidikan karakter sebagai prioritas semua sekolah, tak peduli negeri atau swasta. Dalam sebuah sidang Disdikbud, Damar tak segan menyinggung sekolah-sekolah favorit yang menurutnya “terlalu fokus pada angka, tapi melupakan etika.”

Bagi Damar, anak-anak harus tumbuh tidak hanya cerdas, tapi juga empatik. “Apa gunanya peringkat pertama kalau mereka tak tahu cara menyapa tukang sapu di halaman sekolahnya?” katanya.

Magelang Menyapu

Komitmen membentuk karakter juga menyasar ruang publik. Salah satu programnya, “Magelang Menyapu”, adalah contoh nyata bagaimana pembangunan fisik dan batin warga bisa berjalan seiring.

Kegiatan yang merupakan implementasi dari program “Ngrawat Magelang” yang bertujuan untuk mewujudkan Kota Magelang yang bersih, indah, rapi, dan nyaman. Gerakan tersebut juga merupakan bagian dari peringatan Hari Bumi pada 22 April lalu.

Bukan sekadar program kebersihan, “Magelang Menyapu” adalah gerakan kolaboratif lintas warga, ASN, pelajar, hingga tokoh masyarakat untuk membersihkan lingkungan kota setiap Jumat pagi. Damar sendiri rutin turun ke lapangan, menyapu trotoar bersama petugas kebersihan dan warga sekitar.

Ia menyebut program ini sebagai simbol kebersamaan, kedisiplinan, dan penghormatan terhadap ruang bersama. “Menyapu kota adalah menyapu hati. Kalau kotanya kotor, bisa jadi karena nurani kita sudah terbiasa mengabaikan,” ujarnya di sebuah apel pagi.

Lebih Suka Mendengar daripada Berpidato

Gaya kepemimpinan Damar juga berbeda. Ia bukan tipe wali kota yang senang berdiri di mimbar dan membaca sambutan panjang. Dalam sebuah unggahan Instagram pribadinya, ia menulis:

“Kadang nggak perlu pidato. Cukup duduk bareng warga, dengerin cerita satu-satu. Dari situ saya belajar jadi wali kota itu ya melayani, bukan ditungguin sambutan.” kata Damar dalam satu unggahan di akun Instagram resminya, @masdamar.magelang.

Kalimat itu mencerminkan betul pendekatannya. Ia lebih suka menyapa warga di warung kopi, mendengarkan keluhan ibu-ibu pengurus RT, atau sekadar mengobrol dengan tukang parkir. Menurut Damar, interaksi yang jujur dan langsung jauh lebih bermakna daripada retorika di atas panggung.

Kehadirannya yang rendah hati dan tanpa jarak justru membangun ikatan sosial yang kuat antara pemerintah dan masyarakat. Damar bukan wali kota yang ditunggu sambutannya, tapi yang dicari ketika jalan rusak, saluran mampet, atau anak putus sekolah butuh bantuan.

HAM, Gender, dan Kota Layak Anak

Damar juga menjadikan nilai-nilai hak asasi manusia sebagai ruh kebijakan. Ia mendorong rancangan perda tentang kota layak anak, pengarusutamaan gender, dan pemberdayaan masyarakat berbasis inklusif.

“HAM itu bukan aksesori. Ia adalah dasar moral sekaligus konstitusional yang harus jadi pertimbangan dalam tiap keputusan pemerintah,” katanya dalam satu forum FGD.

Ia tak ingin kota ini menjadi tempat yang ramah hanya untuk yang kuat dan mampu. “Kota harus ramah bagi semua: perempuan, lansia, anak-anak, disabilitas, termasuk mereka yang berbeda pandangan,” tegasnya.

Tidak Sekadar Bangun, Tapi Menyembuhkan

Ketika bicara tentang rencana pembangunan balai kota baru, Damar tak ingin hanya mengejar bentuk fisik. Ia lebih tertarik pada fungsi dan makna. “Balai kota bukan simbol kekuasaan, tapi rumah pelayanan,” ujarnya.

Ia ingin memastikan bahwa ruang-ruang publik, dari kantor pemerintah hingga taman kota, memiliki aura keterbukaan. Ia bahkan kerap turun langsung meninjau jalur pedestrian, memastikan warga bisa berjalan tanpa terhambat parkir liar atau trotoar rusak.

Damar ingin kota ini menyembuhkan, bukan hanya memperindah. Ia percaya bahwa kota yang sehat lahir dari relasi yang sehat pula: antara pemerintah dan rakyatnya, antara warga dengan warganya.

Kota Kecil, Visi Besar

Magelang bukan Jakarta, bukan pula Surabaya. Tapi di kota seluas 18,12 kilometer persegi inilah, terletak jantung Jawa Tengah. Kota Magelang tumbuh bersama semangat disiplin dan patriotisme yang kota yang tak bisa dilepaskan dari kisah para taruna Tentara Nasional Indonesia.

Magelang bukan sekadar kota administrasi. Di balik sejuk udaranya, terpatri jejak panjang sejarah militer Indonesia. Gunung Tidar yang menjulang di tengah kota bukan cuma simbol geografis, tapi juga penjaga spiritual. Masyarakat menyebutnya “paku tanah Jawa” dan para taruna menyebutnya “gunung pembentuk karakter”

“Dua Presiden RI pernah mengenyam pendidikan di kota kami,” kata Damar.

Di luar nuansa militernya, Magelang juga menyimpan pesona sejarah dan budaya. Selain Akmil, kota ini menyimpan bangunan peninggalan kolonial Belanda, seperti Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono dan Gereja Blenduk. Ada pula Alun-Alun Magelang yang teduh, menjadi ruang berkumpul warga selepas senja.

Tak jauh dari pusat kota, Candi Borobudur berdiri megah. Mas Wali mengungkapkan dua hotel berbintang lima tengah dibangun di kotanya.

Damar ingin membuktikan bahwa pembangunan tak selalu butuh gebyar. Cukup dengan nilai yang konsisten, kepemimpinan yang jujur, dan kerja yang berpihak. Bagi Damar, membangun kota bukan soal siapa yang berkuasa, tapi siapa yang mau melayani.