Internasional

WTO Adopsi Laporan Sengketa Minyak Sawit Indonesia-Uni Eropa

×

WTO Adopsi Laporan Sengketa Minyak Sawit Indonesia-Uni Eropa

Sebarkan artikel ini

UE terbukti diskriminatif terhadap minyak sawit Indonesia. Panel WTO menyatakan bahwa kebijakan perdagangan UE merugikan biofuel berbasis kelapa sawit dari Indonesia.

Deputi Wakil Tetap RI II untuk PBB, WTO, dan organisasi internasional lainnya, Duta Besar Nur Rachman Setyoko, menegaskan bahwa Uni Eropa harus menyesuaikan kebijakannya sesuai perjanjian WTO. (Foto: PTRI Jenewa)

SinarHarapan.id – Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) resmi mengadopsi laporan akhir terkait sengketa dagang antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) mengenai kebijakan minyak sawit dan biofuel berbahan baku kelapa sawit. Laporan ini sebelumnya telah dipublikasikan pada 20 Januari 2025.

UE Terbukti Diskriminatif terhadap Minyak Sawit Indonesia

Dalam laporan tersebut, Panel WTO menyatakan bahwa kebijakan perdagangan UE merugikan biofuel berbasis kelapa sawit dari Indonesia. Produk serupa yang diproduksi UE, seperti rapeseed dan bunga matahari, mendapat perlakuan lebih menguntungkan.

Selain itu, UE  tidak meninjau data secara menyeluruh saat menetapkan biofuel kelapa sawit sebagai kategori berisiko tinggi dalam alih fungsi lahan (high ILUC-risk).

Panel juga menemukan kekurangan dalam penyusunan serta penerapan kriteria sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II. Akibatnya, Uni Eropa diwajibkan menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation yang dinilai melanggar aturan WTO.

Baca Juga: Indonesia-Malaysia Perkuat Kerja Sama Sawit

Indonesia Dorong Kepatuhan Uni Eropa

Deputi Wakil Tetap RI II untuk PBB, WTO, dan organisasi internasional lainnya, Duta Besar Nur Rachman Setyoko, menegaskan bahwa Uni Eropa harus menyesuaikan kebijakannya sesuai perjanjian WTO.

“Merujuk rekomendasi Panel, maka Uni Eropa perlu menyesuaikan kebijakannya agar sejalan dengan perjanjian WTO. Prediktabilitas dan praktik perdagangan yang adil dalam sistem perdagangan multilateral telah di tegakkan. Oleh karena itu, Indonesia mengusulkan kepada DSB agar laporan Panel di adopsi,” ujar Dubes Setyoko.

Sepanjang proses panel, Indonesia menyampaikan berbagai bukti bahwa kebijakan UE tidak sejalan dengan aturan WTO. Alasan UE yang mengaitkan kebijakan ini dengan perubahan iklim dan keanekaragaman hayati terbukti tidak relevan. Argumen ini bertentangan dengan pernyataan Uni Eropa dalam proses hukum sengketa ini.

Indonesia Siap Pantau Implementasi

Indonesia berkomitmen untuk mengawal implementasi keputusan ini dan memastikan kepatuhan Uni Eropa. Dubes Setyoko menegaskan pentingnya dialog konstruktif untuk mencapai solusi positif.

“Indonesia siap melakukan dialog konstruktif dengan Uni Eropa guna memperoleh resolusi positif dalam sengketa ini melalui proses implementasi. Indonesia akan memantau implementasi secara ketat dan mendorong kepatuhan yang cepat,” lanjutnya.

Uni Eropa Siap Patuhi Keputusan WTO

Pada Januari 2025, Uni Eropa menyatakan kesiapannya untuk mematuhi keputusan WTO terkait kebijakan energi terbarukan yang  diskriminatif terhadap biofuel berbasis kelapa sawit oleh Indonesia.

Pada 2019, Indonesia menggugat Uni Eropa di WTO atas kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II). Dalam kebijakan ini, UE berencana menghapus penggunaan biofuel berbasis kelapa sawit pada 2030 jika terbukti memiliki risiko tinggi dalam menyebabkan perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung (ILUC).

ILUC terjadi ketika lahan pertanian yang sebelumnya  untuk pangan berubah menjadi produksi biofuel. Hal ini mendorong petani membuka lahan baru di tempat lain, yang secara tidak langsung meningkatkan emisi. Dua minggu lalu, panel WTO menyatakan bahwa Uni Eropa gagal melakukan tinjauan data secara tepat waktu untuk menentukan biofuel yang berisiko tinggi menyebabkan ILUC.

“Uni Eropa akan mengambil langkah  untuk sepenuhnya mematuhi laporan panel,” ujar Wakil Kepala Misi UE untuk Indonesia, Stéphane Mechati, kepada wartawan di Jakarta pada Januari 2025.

Mechati mengakui bahwa laporan tersebut meminta UE untuk menyesuaikan kebijakan mereka. “Kami akan menyepakati tenggat waktu untuk melakukannya,” tambahnya.

Dukungan dari Negara-Negara Lain

Negara lain, seperti Rusia, Brasil, serta St. Vincent and Grenadines, turut menyuarakan dukungan bagi Indonesia. Mereka menyoroti kebijakan restriksi perdagangan yang sering kali menarget komoditas dari negara berkembang dengan alasan perlindungan lingkungan.

Keputusan WTO ini menandai langkah penting dalam upaya Indonesia mempertahankan akses pasar minyak sawit di Uni Eropa serta menegakkan keadilan dalam perdagangan internasional.

 

Ekonomi

SinarHarapan.id – Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menegaskan pentingnya pemanfaatan trade remedies, seperti anti-dumping dan antisubsidi, untuk…