SinarHarapan.id-Kepedulian terhadap pengolahan sampah ditunjukan Unilever Indonesia bertepatan pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023.
Unilever Indonesia ambil bagian dalam dialog lintas sektor yang dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Tempo Media, Pakar Lingkungan Hidup serta Penggerak Lingkungan.
Salah satu yang disampaikan oleh Unilever Indonesia adalah keberhasilan mengumpulkan dan memproses lebih banyak plastik daripada yang digunakan untuk menjual produk, yaitu sebanyak 62.360 ton plastik sepanjang tahun 2022.
Secara global manusia memproduksi lebih dari 430 juta ton plastik setiap tahunnya, dua pertiganya berumur pendek dan dengan cepat menjadi limbah, mencemari lingkungan dan bahkan masuk ke dalam rantai makanan manusia.
Di Indonesia, dari 19,45 juta ton timbulan sampah pada 2022, 18,4%-nya adalah sampah plastik (3,6 juta ton). Sementara, hanya 9% sampah plastik yang bisa didaur ulang, sisanya 12% dibakar dan 79% berakhir di TPA dan mencemari lingkungan.
Konsep ekonomi sirkular dipercaya bisa menjadi solusi untuk memerangi polusi sampah plastik secara berkelanjutan. Tidak hanya memiliki nilai tambah bagi lingkungan, pendekatan ini juga memberi dampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam penerapan ekonomi sirkular, tahapan pengumpulan dan pemrosesan sampah plastik memainkan peranan yang sangat penting.
“Komitmen kami meliputi: mengurangi penggunaan plastik, menggunakan plastik yang lebih baik, dan menghadirkan inisiatif tanpa plastik. Salah satunya melalui upaya dan investasi yang signifikan dalam hal pengumpulan dan pemrosesan sampah plastik.” jelas Maya Tamimi, Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia.(5/6/2023)
“Komitmen tersebut kami manifestasikan dalam serangkaian program, salah satunya melalui upaya dan investasi yang signifikan dalam hal pengumpulan dan pemrosesan sampah plastik. Pada 2022, Unilever Indonesia telah berhasil mengumpulkan dan memproses sebanyak 62.360 ton sampah plastik, dimana jumlah ini juga sudah diaudit oleh auditor pihak ketiga. Pencapaian ini sejalan dengan komitmen kami secara global; Membantu pengumpulan dan pemrosesan kemasan plastik lebih banyak dari yang dijual,” lanjut Maya.
Di tahap pengumpulan, upaya yang dilakukan Unilever Indonesia antara lain:
Pengumpulan melalui lebih dari 4.000 Bank Sampah di 11 provinsi, puluhan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) dan waste collector/aggregator, Unilever Indonesia terus membantu upaya pemberdayaan masyarakat untuk memilah dan mengumpulkan sampah plastik agar memiliki nilai ekonomi.
Di 2022, Unilever Indonesia juga bekerja sama dengan pihak peritel untuk menempatkan beberapa Dropbox yang memudahkan konsumen memilah dan mengumpulkan sampahnya
Di 2022 Unilever Indonesia memasang 1 Reverse Vending Machine (RVM) dan 5 Dropbox konvensional pada fasilitas umum di sekitar Jakarta dan Tangerang Selatan, bekerjasama dengan PlasticPay.
Mendorong jutaan masyarakat bergabung dalam gerakan #GenerasiPilahPlastik untuk menjadi lebih bertanggung jawab terhadap kemasan yang digunakan, terutama kemasan plastik, dengan cara memilah sampah dari rumah dan menyetorkannya ke Bank Sampah.
Sementara di tahap pemrosesan, upaya yang telah dilakukan meliputi:
Berinvestasi mengatasi masalah sampah kemasan plastik di bagian akhir pemrosesan sampah. Contohnya melalui CreaSolv, teknologi pertama dan satu-satunya di dunia yang mampu mendaur ulang sampah kemasan plastik (pouch dan sachet) menjadi bahan yang bisa dimanfaatkan untuk membuat kemasan baru. Contohnya adalah kemasan flexible pouch hasil daur ulang yang digunakan untuk kemasan Rinso.
Selain itu, Unilever Indonesia membantu meningkatkan kapasitas pengumpulan dan pengelolaan sampah di dua fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) yang didukung oleh KLHK RI, yang turut mendorong pemanfaatan sampah sebagai sumber energi.
Dr. Mochamad Chalid, Kepala Center for Sustainability & Waste Management – Universitas Indonesia (CSWM-UI) berpendapat, “Sesuai prinsip ekonomi sirkular, jika sampah dijadikan komoditi, ada nilai ekonomi yang akan tercipta dengan terjadinya transaksi jual beli, penciptaan lapangan kerja, hingga langkah-langkah yang memastikan bahwa sampah plastik kembali menjadi bahan baku yang siap diolah menjadi produk yang sama atau produk turunannya. Salah satu contohnya adalah teknologi RDF yang saat ini tengah digalakkan Pemerintah. Teknologi ini menjadikan sampah yang sulit didaur ulang atau low value menjadi sumber energi untuk dipergunakan sebagai bahan bakar fosil, misalnya di pabrik semen.”
Dalam diskusi, Dila Hadju, Founder Tumbuh Hijau Urban, mengajak konsumen untuk menjadi bagian dari solusi. “Salah satu penyebab banyaknya sampah akhirnya tertumpuk di TPA adalah karena kondisi sampah kita yang tercampur, jadi sulit dijadikan bahan baku daur ulang. Jadi sebagai konsumen kita bisa banget berperan, mulai dari memilah sampah sesuai dengan jenisnya masing-masing, seperti sampah organik, anorganik, beracun (B3), dan residu. Setelahnya, bawa ke Bank Sampah supaya sampah kita ditangani dengan baik. Awalnya memang mungkin perlu pembiasaan, tapi jangan dijadikan beban. Karena ini semua buat anak cucu kita nanti kok, hal kecil yang kita lakukan hari ini dampaknya bisa jadi luar biasa buat masa depan mereka,” ujar Dila.