SinarHarapan.id – Kelulusan Bahlil Lahadalia sebagai doktor Universitas Indonesia (UI) menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Ketua Majelis Wali Amanat UI, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, memberikan penjelasan terkait polemik ini.
“Sidang etik tidak harus membawa konsekuensi terhadap status doktoral Pak Bahlil,” ujar Gus Yahya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (15/11).
Bahlil Lahadalia sebelumnya telah melalui ujian doktoral dan lulus dengan predikat cumlaude. Ujian ini berlangsung pada Sidang Terbuka Promosi Doktor Kajian Stratejik dan Global di UI, 16 Oktober 2024.
Namun, berita kelulusan ini memicu berbagai pendapat, terutama di kalangan akademisi. Beberapa pihak mempertanyakan prosedur akademik dalam proses kelulusan tersebut.
Baca Juga: PBNU Imbau Umat Berhaji Sesuai Aturan Pemerintah RI dan Saudi
Menurut Gus Yahya, berkas yang beredar di media adalah hasil rapat empat organ UI. Organ tersebut meliputi Majelis Wali Amanat, Rektor, Senat Akademik, dan Dewan Guru Besar.
Ia menjelaskan, nota dinas tersebut sebenarnya bukan siaran pers resmi. “Tugas menyiarkan informasi adalah wewenang eksekutif, dalam hal ini rektorat,” jelasnya.
Audit akademik oleh Senat Akademik menunjukkan hasil sesuai dengan siaran pers sebelumnya. Tahapan akademik ini mencakup audit menyeluruh terhadap sistem UI untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas.
Gus Yahya menambahkan, hasil ujian promosi berada di bawah wewenang tim penguji. Sementara yudisium adalah tanggung jawab rektor, dan sidang etik menjadi tugas Dewan Guru Besar.
“Yudisium tidak terjadi sebelum empat semester masa studi terpenuhi,” ujar Gus Yahya, menegaskan syarat akademik yang berlaku.
Ia berharap proses ini dapat meningkatkan sistem akademik UI secara menyeluruh. “Kita terus memperbaiki kualitas agar semakin akuntabel,” tutupnya.
Melalui penjelasan ini, Gus Yahya berharap polemik akan menghilang dan fokus kembali pada penguatan akademik UI.