SinarHarapan.id – Impor limbah plastik meningkat sejak Indonesia melonggarkan aturan pada 2010. Hal ini belum sepenuhnya memberikan manfaat ekonomi signifikan.
Menurut Senior FellowCenter for Indonesian Policy Studies CIPS Krisna Gupta, peningkatan impor tidak berdampak langsung pada investasi atau nilai tambah industri daur ulang. Sebagian besar limbah plastik justru berakhir di tempat pembuangan tanpa pengolahan optimal.
Beberapa sektor manufaktur, seperti tekstil dan kimia, turut mengimpor limbah plastik. Namun, kurangnya kapasitas daur ulang dan data berkelanjutan memperburuk pengelolaannya.
Krisna mengidentifikasi dua potensi keuntungan dari impor limbah plastik bagi Indonesia sebagai negara pembeli. Pertama, dengan mengembangkan industri daur ulang yang kuat, Indonesia dapat menciptakan peluang investasi dan lapangan kerja baru. .
Kedua, peningkatan produktivitas di sektor manufaktur yang mengimpor limbah plastik, seperti industri kimia dan tekstil.
Baca Juga: Gibran: Indonesia-UEA, Persaudaraan Selama Lima Dekade
China melarang impor limbah plastik pada 2018, mengalihkan aliran limbah ke negara-negara seperti Indonesia. Regulasi di Indonesia, meski mengatur impor limbah sejak 1997, masih belum mencakup pengelolaan limbah plastik secara spesifik.
“Tidak mudah menghubungkan impor limbah plastik dengan kerusakan lingkungan dan pembangunan industri tanpa data deret waktu. Sayangnya, data mengenai limbah plastik tidak berkelanjutan tetapi biasanya hanya pada waktu dan tempat tertentu,” ungkap Krisna.
Pengembangan industri daur ulang dapat menciptakan lapangan kerja dan mendukung permintaan global akan produk berkelanjutan. Namun, Indonesia harus segera meningkatkan data limbah untuk kebijakan berbasis bukti dan memperkuat regulasi pengelolaan.