Nasional

HNW: Tangkap Netanyahu Lebih Penting Dari Duterte

×

HNW: Tangkap Netanyahu Lebih Penting Dari Duterte

Sebarkan artikel ini

HNW menegaskan aturan hukum harus berlaku adil. Dia mendesak lembaga hukum internasional juga harus menjatuhkan hukuman berat kepada Netanyahu yang jelas-jelas melanggar HAM.

SinarHarapan.id – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid membandingkan kasus yang menimpa mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. HNW menegaskan aturan hukum harus berlaku adil. Dia mendesak lembaga hukum internasional juga harus menjatuhkan hukuman berat kepada Netanyahu yang jelas-jelas melanggar HAM.

“Duterte ditahan karena kasus memerangi narkotika. Tetapi yang dilakukan oleh PM Israel Netanyahu secara kasat mata telah dan masih melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Palestina,” kata Hidayat Nur Wahid, dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).

Apalagi, tindakan Israel mendapat penolakan dari banyak negara dan NGO. Karena itu, HNW, biasa disapa meminta keadilan kepada pihak-pihak yang melakukan kejahatan kemanusiaan.

“Kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina ditolak oleh lembaga-lembaga internasional seperti ICC, ICJ, Amnesty Internasional, bahkan Sidang Umum PBB. Maka mengikuti prinsip keadilan dan kesetaraan hukum seharusnya Netanyahu juga bisa ditangkap dan ditahan,” desak HNW.

Menurut politisi PKS itu, upaya menangkap dan menahan Netanyahu lebih mendesak daripada lembaga HAM internasional berpikir ekstra keras mencari-cari kesalahan Duterte. Terlebih, tindakan Duterte dilakukan di masa dia menjabat.

“Bila kita bandingkan kasus Duterte dan Netanyahu, maka jelas petanya, Duterte statusnya sudah tidak lagi menjabat sehingga tidak bisa membuat masalah serupa lagi. Sedangkan, Netanyahu masih menjabat dan ketika tidak segera ditangkap dan ditahan, terbukti semakin banyak lagi kejahatan yang dilakukannya kepada rakyat Gaza,” tegas HNW.

Diketahui, Kepolisian Filipina telah menangkap mantan Presiden Rodrigo Duterte berdasarkan surat perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait penyelidikan atas kebijakan perang melawan narkoba’. Duterte ditangkap oleh polisi di Bandara Manila tak lama setelah kedatangannya dari Hong Kong.

Kasus Duterte Politis

Pakar hukum internasional memandang unsur politis lebih kental dibandingkan unsur hukum dalam kasus Rodrigo Duterte. Penangkapannya lebih dilandasi kepentingan politik dari pemerintah yang berkuasa.

“Harus dipahami, kasus ini tidak terlepas dari masalah politik di Filipina. Marcos berkonflik dengan Duterte,” Kata Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana.

Ia mengingatkan, Filipina bukan negara pihak dalam Mahkamah Kriminal Internasional atau International Court of Justice (ICC). Filipina di masa pemerintahan Duterte memutuskan keluar dari ICC. “Ini ada pertanyaan soal kompetensi ICC untuk menangani kasus ini,” kata dia.

Di negara lain yang bukan anggota ICC, pemerintah dan aparatnya mengabaikan perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC. Di Filipina, Ferdinand Marcos Jr memanfaatkan perintah itu untuk mengalahkan Keluarga Duterte yang merupakan pesaingnya.

Apalagi, kasus yang menjadi dasar penangkapan juga memicu pertanyaan lain. Keputusan Duterte mengeksekusi anggota sindikat narkoba diapreasisi banyak pihak. “Bisa menyelamatkan banyak generasi muda dari jeratan kecanduan narkoba,” kata Hikmahanto.

Hikmahanto juga mencontohkan soal Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Meski sudah ada perintah penangkapan, Netanyahu tetap bebas. Malah Amerika Serikat mengancam ICC kalau berani menangkap Netanyahu. “Jadi, ini bukan soal hukum saja,” ujarnya.

Terkait dengan itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Diponegoro Eddy Pratomo mengatakan, ada tantangan pada ICC. “Apakah kasus yang terjadi pada Duterte dapat diterapkan secara adil pada pemimpin dunia lain yang diduga telah mengalukan pelanggaran pidana internasional seperti Netanyahu?” kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila itu.

Kegagalan menjawab pertanyaan itu akan semakin menguatkan dugaan ICC bias terhadap negara tertentu. ICC dipandang jadi alat sekelompok negara untuk mengacau atau menekan negara lain.

Nasional

SinarHarapan.id – Kondisi HAM di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran menunjukkan kemunduran, menurut Amnesty International Indonesia. Selama periode ini,…