SinarHarapan.id – Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, menghadiri G20 Foreign Ministers’ Meeting (FMM) di Johannesburg, Afrika Selatan, pada Kamis (20/2).
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, secara resmi membuka pertemuan ini. Ia menyoroti empat prioritas utama G20 tahun ini.
Yaitu ketahanan kebencanaan, keberlanjutan utang bagi negara berpenghasilan rendah, pendanaan transisi energi berkeadilan, serta kerja sama mineral strategis dan industri hijau.
Dinamika Geopolitik Global
Pada hari pertama, pertemuan membahas dinamika geopolitik terkini. Mayoritas negara anggota dan undangan menyoroti berbagai konflik global, termasuk di Ukraina, Gaza, Sudan, DRC, Sahel, Myanmar, dan DPRK.
Negara-negara G20 menegaskan pentingnya hukum internasional dalam menjaga perdamaian dunia, mengatasi kemiskinan, serta dampak konflik terhadap pencapaian SDG.
Baca Juga: Poin Penting Debut Prabowo di KTT G20 Brasil
Seruan Indonesia untuk Reformasi Global
Wamenlu Tata menyampaikan pandangan Indonesia terkait urgensi reformasi tata kelola global. “Multilateralisme semakin tergerus, sementara negara-negara yang membangunnya justru enggan mempertahankannya. Jika tren ini berlanjut, sistem global berisiko gagal,” tegasnya.
Belajar dari Sejarah
Ia mengingatkan kegagalan Liga Bangsa-Bangsa akibat lemahnya penegakan hukum internasional dan ketidakmampuan mencegah agresi negara besar. “Jika kondisi ini dibiarkan, kita berisiko mengalami kegagalan serupa,” tambahnya.
Multilateralisme dalam Aksi Nyata
Wamenlu Tata menegaskan bahwa multilateralisme tidak boleh sebatas retorika, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata. Prinsip inklusivitas, kesetaraan, solidaritas, dan kemitraan harus menjadi landasan reformasi global. Hukum internasional juga harus ditegakkan secara konsisten tanpa pilih kasih. “Jika hukum internasional hanya digunakan saat menguntungkan pihak tertentu, kredibilitasnya akan semakin melemah,” ujarnya.
Peran G20 dalam Reformasi Global
Sementara itu, Indonesia menekankan bahwa G20 harus berperan lebih aktif dalam reformasi sistem global.
“Tantangan global terus berkembang, maka tata kelola global juga harus berkembang,” ungkap Wamenlu Tata.
Ia mendorong koordinasi antara PBB, sistem Bretton Woods, dan sistem perdagangan multilateral agar lebih selaras.
Implementasi UN Pact for the Future
Kemudian, Indonesia juga mendorong implementasi penuh UN Pact for the Future sebagai langkah konkret dalam memperkuat tata kelola global.
Selain itu, Wamenlu Tata menyoroti momentum Financing for Development Conference mendatang sebagai peluang mendorong reformasi substansial.
Apresiasi terhadap Pandangan Indonesia
Pandangan Indonesia mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Jenderal International Telecommunication Union (ITU).
Ia menegaskan bahwa momentum ini harus dimanfaatkan untuk mempercepat reformasi sistem multilateral.
Komitmen Indonesia terhadap Reformasi
Menutup pernyataannya, Wamenlu Tata menegaskan komitmen Indonesia dalam membangun tatanan global yang lebih adil dan tangguh.
“Cost of inaction terlalu besar. Kita harus bergerak maju mendorong reformasi sistem multilateralisme untuk dunia yang lebih baik bagi semua,” pungkasnya.