SinarHarapan.id –  Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyerukan agar Bandung Spirit atau Semangat Bandung dari Konferensi Asia-Afrika 1955 dapat membangkitkan perjuangan menghadapi keadilan yang dialami bangsa Palestina.

“Kita harus menghidupkan kembali Semangat Bandung untuk menghadapi ketidakadilan yang terjadi terhadap Palestina, meningkatkan pengaruh multilateral kita, dan berfokus pada pembangunan kembali Palestina,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement/NAM) di New York, Senin  (/23/9).

Menlu menyoroti ketidakberdayaan PBB untuk menghentikan serangan Israel terhadap rakyat Palestina selama 11 bulan terakhir. “Sebagai kelompok negara terbesar di PBB, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri: bagaimana kita dapat menghentikan ini semua?” tanya Menlu Retno.

Menlu RI mengatakan bahwa apa yang terjadi di Palestina bukan hanya sebuah konflik, namun serangan terhadap fondasi dasar dari sistem multilateral. Menlu Retno juga soroti penerapan hukum internasional yang selektif dan lingkungan impunitas total yang membuat sebagian besar negara-negara Global South merasa frustrasi.

“Perpecahan geopolitik di antara kekuatan besar telah menciptakan situasi di mana hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional diabaikan, dan sebuah negara dapat bertindak dengan impunitas… tanpa hukuman atau konsekuensi. Hal ini tidak dapat ditoleransi,” kata Menlu Retno.

Menjelang peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika Bandung pada tahun 2025 Menlu Retno tegaskan pentingnya mengingat kembali Semangat Bandung, semangat solidaritas, perdamaian, dan kerja sama antarbangsa untuk Palestina.

‘Ini saatnya bagi Gerakan Non Blok… untuk mengambil langkah dalam kesatuan dan aksi nyata,” kata Menlu RI menutup pernyataannya. Pertemuan Tingkat Menteri Gerakan Non-Blok dipimpin oleh Menlu Uganda, Odongo Jeje Abubakhar. Pertemuan dihadiri pejabat-pejabat negara anggota GNB seperti Perdana Menteri Palestina, Menlu Azerbaijan, Bangladesh, Malaysia, Maroko, Venezuela, dan Kuba.

(Sumber: Kementerian Luar Negeri)