SinarHarapan.id – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Forum Warga Kota (FAKTA) mendesak pemerintah untuk segera menerapkan label depan kemasan (front-of-pack labelling/FoPL) dan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebagai upaya melindungi masyarakat dari pangan tidak sehat.
Dalam media briefing yang digelar di Jakarta, Rabu (14/5), Project Lead for Food Policy CISDI, Nida Adzilah Auliani, menyatakan bahwa label depan kemasan terbukti efektif membantu konsumen menghindari produk dengan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) tinggi.
“FoPL membantu konsumen memilih makanan lebih sehat dengan lebih mudah. Ini penting untuk menurunkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung,” kata Nida.
Saat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang menyusun satu regulasi baru yang menyederhanakan tiga aturan terkait informasi nilai gizi pada produk pangan olahan. CISDI menyambut baik langkah tersebut, namun menyoroti belum sepenuhnya diakomodasinya masukan publik dalam draft regulasi terbaru.
Label Pilihan Lebih Sehat Dinilai Belum Cukup
Sejak 2019, BPOM telah memperkenalkan label “Pilihan Lebih Sehat”, namun label ini belum secara langsung menampilkan kadar GGL dalam produk. Menurut CISDI, informasi seperti ini sangat dibutuhkan konsumen untuk mengontrol asupan harian.
Rancangan terbaru BPOM juga masih mempertahankan penerapan label secara sukarela, termasuk rencana adopsi sistem “nutri-level” yang menyerupai Nutri-Grade di Singapura. Padahal, sistem ini belum berbasis kajian ilmiah kuat dan belum melibatkan konsultasi publik yang memadai.
Label Peringatan Dinilai Paling Efektif
Menurut Nida, jenis FoPL yang paling efektif adalah label peringatan yang secara langsung menunjukkan kandungan tinggi GGL dengan simbol berwarna hitam bertuliskan, misalnya, “Tinggi Gula” atau “Tinggi Lemak”.
Hasil studi Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) terhadap persepsi remaja Indonesia juga menunjukkan bahwa label peringatan paling mudah dipahami dibanding label “Pilihan Lebih Sehat”.
Penerapan Satu Sistem Label Diusulkan
CISDI dan FAKTA menilai pentingnya penerapan satu jenis label depan kemasan yang konsisten dan wajib digunakan. Penggunaan dua sistem secara bersamaan, seperti label Pilihan Lebih Sehat dan Guideline Daily Amount (GDA), dinilai membingungkan konsumen dan menurunkan efektivitas kebijakan.
“Satu sistem label yang kuat dan konsisten akan membantu konsumen lebih bijak dalam memilih makanan,” ujar Ketua Umum FAKTA, Ari Subagyo.
Cukai MBDK Dinilai Mendesak Diberlakukan
Selain FoPL, CISDI dan FAKTA juga mendorong percepatan penerapan cukai MBDK. Meskipun rencana penerapan cukai telah masuk dalam APBN sejak 2022, pelaksanaannya terus tertunda. Padahal, konsumsi MBDK terus meningkat, seiring dengan melonjaknya kasus obesitas dan penyakit tidak menular.
Studi meta-analisis menunjukkan bahwa setiap konsumsi 250 ml MBDK meningkatkan risiko obesitas sebesar 12%, diabetes tipe 2 sebesar 27%, dan hipertensi sebesar 10%.
Beban Biaya BPJS Meningkat Tajam
Data BPJS Kesehatan mencatat, dalam lima tahun terakhir, biaya penanganan penyakit akibat obesitas, diabetes, dan hipertensi melonjak 43%, dari Rp 6 triliun menjadi Rp 10 triliun. Tanpa intervensi, angkanya diperkirakan bisa mencapai Rp 23,59 triliun pada 2045.
Kebijakan Komprehensif Dinilai Solusi Terbaik
CISDI dan FAKTA yang tergabung dalam Koalisi Pangan Sehat Indonesia (PASTI) memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah untuk mendukung pembentukan kebijakan pangan yang komprehensif. Mereka mengusulkan agar pemerintah hanya mengadopsi satu jenis label depan kemasan yang terbukti paling efektif dalam menurunkan konsumsi gula, garam, dan lemak. Informasi serta desain label ini harus mudah dipahami masyarakat dan berbasis pada bukti ilmiah serta kebutuhan lokal.
Selain itu, mereka juga mendorong kewajiban penggunaan label peringatan yang telah terbukti mendorong konsumen untuk memilih produk dengan kandungan GGL lebih rendah. Di sisi lain, cukai MBDK perlu segera diterapkan dengan skema volumetrik yang mampu mendorong kenaikan harga minimal 20 persen. Kebijakan ini juga harus diintegrasikan dengan program edukasi publik guna memperkuat pemahaman masyarakat tentang pangan sehat.
CISDI dan FAKTA menekankan bahwa hanya kebijakan terpadu—melibatkan pelabelan, cukai, edukasi, dan pembatasan pemasaran produk tinggi GGL—yang mampu membentuk lingkungan pangan yang sehat dan mendukung pilihan konsumen secara lebih sadar.