SinarHarapan.id – Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, mengunjungi Indonesia pada 4-7 Maret 2025. Kunjungan ini merupakan bagian dari kampanye global melawan praktik otoriter yang semakin meningkat di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pada Jumat, 7 Maret 2025, Callamard mengakhiri kunjungannya dengan bertemu pejabat Kejaksaan Agung. Pertemuan ini membahas pentingnya kejaksaan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat dan mencegah kriminalisasi terhadap pembela HAM.
Sehari sebelumnya, ia bertemu Ketua Mahkamah Agung dan beberapa hakim agung. Dalam pertemuan itu, mereka membahas perlunya menjaga independensi peradilan dari ancaman praktik otoriter. Callamard menyoroti bagaimana ancaman ini juga terjadi di negara lain, seperti Amerika Serikat.
Baca Juga: Amnesty International Kecam Intimidasi Terhadap Pelajar Papua
“Saya berkunjung ke Indonesia dalam rangka kampanye global menentang praktik otoriter di berbagai belahan dunia,” ujar Callamard. Ia juga menegaskan bahwa resistensi global harus dilakukan untuk melawan pelanggaran HAM dan tata kelola buruk oleh pemimpin dunia.
Pelanggaran HAM di Indonesia
Callamard mencatat bahwa praktik otoriter di Indonesia semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Ia menyoroti maraknya pelanggaran HAM serta militerisasi di ruang-ruang sipil. Menurutnya, Indonesia telah lama menjadi tempat berbagai pelanggaran HAM yang belum diselesaikan dengan tuntas.
Dalam pertemuan dengan berbagai otoritas, Amnesty International menyerukan penghentian impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM. “Kami mendesak agar kasus pelanggaran HAM berat segera diusut, termasuk pembunuhan mahasiswa 1998,” ujarnya.
Callamard juga memberikan penghormatan kepada keluarga korban yang terus memperjuangkan keadilan. Ia menyoroti peran Aksi Kamisan sebagai bentuk konsistensi perjuangan terhadap HAM.
Kriminalisasi dan Kekerasan di Papua
Selama kunjungannya, Callamard bertemu dengan korban pelanggaran HAM, termasuk mereka yang ikut dalam unjuk rasa Indonesia Gelap dan aksi protes di Papua. Amnesty International mendokumentasikan kasus penyiksaan, pembunuhan di luar hukum, dan penahanan sewenang-wenang yang masih terjadi.
“Tahun lalu, kami mencatat kasus penyiksaan yang menewaskan seorang korban. Sebanyak tiga belas aparat diduga terlibat, tetapi belum ada yang diadili,” ungkapnya. Ia menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan.
Callamard juga menyerukan penghentian kriminalisasi terhadap aksi damai, termasuk protes perubahan iklim. Padahal, hukum seharusnya melindungi masyarakat yang memperjuangkan kepentingan publik.
Indonesia dan Solidaritas Global
Callamard menyoroti pentingnya Indonesia dalam membangun solidaritas global melawan otoritarianisme. Menjelang peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika, ia mengajak Indonesia untuk kembali memainkan peran sebagai pemimpin dalam melawan penindasan.
“Pada 1955, negara-negara Asia dan Afrika berkumpul di Indonesia untuk menolak penjajahan. Kini, kita harus bersatu kembali melawan bentuk penindasan yang baru,” tegasnya.
Callamard juga mengkritik kebijakan Donald Trump yang mengancam hak asasi manusia di tingkat global. Ia menyerukan Indonesia untuk berkolaborasi dengan negara lain dalam menentang kebijakan tersebut.
Harapan untuk Masa Depan
Selama berada di Jakarta, Callamard bertemu dengan pejabat Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Gubernur Jakarta, serta aktivis HAM dan jurnalis. Meskipun ia mengkhawatirkan tren otoritarianisme di Indonesia, ia tetap optimistis terhadap gerakan masyarakat sipil.
“Saya melihat harapan dalam aktivis perempuan, mahasiswa, dan masyarakat yang tetap teguh membela hak asasi manusia,” katanya. Ia juga mengapresiasi komitmen Gubernur Jakarta yang menolak kebijakan poligami dalam pemerintahannya.
Callamard menegaskan bahwa perlawanan terhadap otoritarianisme harus terus dilakukan. “Jika kita membiarkan praktik ini berkembang, dampaknya akan meluas ke seluruh dunia,” tutupnya.