SinarHarapan.id – Septia Dwi Pertiwi baru saja di nyatakan tidak bersalah dalam kasus pencemaran nama baik terhadap pimpinan perusahaannya. Putusan ini di sampaikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 22 Januari 2025.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan, “Bebasnya Septia adalah kemenangan kita semua. Ini harus menjadi momentum untuk perubahan.”
Septia di tuduh mencemarkan nama baik melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) setelah mengkritik mantan tempat kerjanya, PT Hive Five. Ia menyoroti pelanggaran hak pekerja di media sosial pada Januari 2023.
Kasus ini menyoroti penyalahgunaan UU ITE yang kerap digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi. Amnesty International mencatat ada 527 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi terkait UU ITE selama 2019-2024.
Baca Juga:Amnesti Massal Perlu Didukung Reformasi Hukum Komprehensif
Usman menegaskan, “Revisi UU ITE dua kali belum cukup menghentikan ancaman terhadap kebebasan berekspresi.”
Septia bukan satu-satunya korban. Kasus serupa juga menimpa Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, dan Daniel Frits Tangkilisan, yang semuanya mendapat vonis bebas. Usman menambahkan, “Negara harus melindungi hak warga untuk berpendapat damai tanpa takut kriminalisasi.”
Septia mendekam selama 25 hari sebelum akhirnya menjadi tahanan kota pada September 2024. Meski Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman satu tahun penjara, hakim memutuskan Septia tidak bersalah. JPU masih mempertimbangkan langkah selanjutnya.
Harapannya, putusan ini menjadi dorongan bagi pemerintah untuk merevisi UU ITE agar tidak lagi di gunakan untuk kriminalisasi. Negara juga harus membuka ruang dialog bagi pekerja dan memastikan kebebasan berekspresi tetap terlindungi. “Perubahan harus segera terwujudkan,” kata Usman.