Nasional

Netizen Kritik KPU Jakarta, Label “Hoaks” Dinilai Abaikan Data Resmi

×

Netizen Kritik KPU Jakarta, Label “Hoaks” Dinilai Abaikan Data Resmi

Sebarkan artikel ini

Keputusan KPU Jakarta melabeli hasil quick count lembaga survei sebagai disinformasi menuai kritik. Publik pertanyakan transparansi Sirekap.

SinarHarapan.id – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta melabeli hasil hitung cepat (quick count) beberapa lembaga survei sebagai disinformasi memicu reaksi keras dari publik. Warganet menilai langkah ini justru mengabaikan hasil penghitungan resmi dari sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) KPU sendiri, yang menunjukkan pasangan Pram-Doel unggul lebih dari 50 persen suara, sehingga mengamankan kemenangan satu putaran.

Dalam unggahan di akun resmi Instagram KPU Jakarta, publikasi terkait label “hoaks” terhadap hasil hitung cepat itu dibanjiri komentar kritis. Sebagian besar warganet mempertanyakan sikap KPU yang dianggap kontradiktif dan mengundang ketidakpercayaan. “Bagaimana bisa KPU justru membantah datanya sendiri? Bukankah Sirekap adalah rujukan resmi?” tulis akun @andikawijaya123.

Data dari situs resmi KPU, pilkada2024.kpu.go.id, menunjukkan pasangan Pram-Doel memperoleh 50,07 persen suara berdasarkan hasil rekapitulasi sementara. Meski demikian, KPU tetap melabeli informasi dari lembaga survei yang menyebut pasangan ini menang sebagai disinformasi, tanpa memberikan klarifikasi yang memadai kepada publik.

Komentar dari akun @siti_ramdani87 menyoroti ketidakjelasan sikap KPU. “Kalau benar hasil Sirekap menyatakan Pram-Doel menang, kenapa malah sibuk membantah hasil quick count? Fokusnya harusnya ke transparansi, bukan bikin masyarakat bingung!” tulisnya.

Tak hanya itu, sejumlah warganet lain juga mempertanyakan kredibilitas KPU dalam menangani informasi terkait hasil pilkada. Akun @reza_firmansyah berkomentar, “Masyarakat sudah percaya pada Sirekap karena itu data resmi. Jangan sampai KPU justru menciptakan persepsi seolah datanya sendiri tidak valid.”

Kritik semakin tajam ketika akun @dwi_mulyani menyinggung konsekuensi atas tindakan KPU ini terhadap kepercayaan publik. “Kalau KPU sendiri seperti ini, bagaimana kami sebagai rakyat bisa percaya? Jangan-jangan ada agenda lain di balik semua ini,” tulisnya.

Dalam konteks ini, mayoritas netizen lain turut mengingatkan pentingnya KPU menjaga kepercayaan publik. Mereka nilai KPU harus konsisten dengan data yang mereka miliki. Jika memang Sirekap menunjukkan kemenangan Pram-Doel, maka itu harus jadi acuan. Label disinformasi tanpa dasar yang jelas hanya akan memperkeruh situasi.

Beberapa lembaga survei yang dilabeli menyampaikan bantahan atas tuduhan disinformasi ini. Mereka menyatakan hasil quick count dilakukan berdasarkan metodologi ilmiah yang transparan. Misal, LSI, menyebutkan bahwa quick count sejatinya mendekati hasil resmi dan tidak seharusnya dipandang sebagai ancaman.

Sementara itu, akun Instagram KPU Jakarta belum memberikan tanggapan lebih lanjut terkait gelombang kritik ini. Unggahan yang memuat label “hoaks” tersebut terus diserbu komentar, dengan mayoritas meminta penjelasan resmi.

Siitus resmi KPU juga masih menampilkan data yang menunjukkan pasangan Pram-Doel memimpin dengan angka tipis di atas 50 persen. Namun, tanpa klarifikasi lebih lanjut, kebingungan di tengah masyarakat terus memuncak.

“Ini jelas bukan masalah kecil. Kalau KPU terus bungkam, maka kepercayaan publik akan semakin terkikis,” tambah komentar akun @rio_aditya25.

Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut untuk menjaga netralitas dan konsistensi dalam setiap tindakan. Jika label “hoaks” terhadap quick count tidak didukung oleh argumen yang kuat, bukan tidak mungkin hal ini justru akan menjadi preseden buruk bagi institusi tersebut di masa mendatang.

Warganet berharap KPU segera memberikan klarifikasi resmi. “Transparansi itu kunci. Kami ingin tahu kenapa ada perbedaan antara pernyataan KPU dan data Sirekap. Jangan sampai kami merasa dibohongi,” tulis akun @amelia_wijaya88.

Polemik ini menjadi pengingat pentingnya komunikasi yang jelas dari lembaga negara. Kepercayaan publik, yang selama ini menjadi fondasi utama demokrasi, perlu dijaga dengan transparansi dan konsistensi data resmi.