SinarHarapan.id – Bank Indonesia (BI) mendukung perluasan pelaku transaksi repurchase agreement (repo¹) terutama perbankan, guna pengembangan pasar keuangan yang maju dan modern, meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, serta mendorong stabilitas sistem keuangan.
Hal itu diwujudkan melalui fasilitasi penandatanganan simbolis perjanjian induk repo antar bank atau kontrak Global Master Repo Agreement (GMRA) di Jakarta, Senin (29/5).
Penandatanganan secara simbolis perjanjian induk repo oleh perbankan disaksikan oleh Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, dan Kepala Eksekutif Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi.
Penandandatanganan dilakukan oleh 76 bank, terdiri atas 71 bank konvensional, empat bank umum syariah dan satu unit usaha syariah. Total penandatanganan 246 kontrak perjanjian induk repo antar-bank.
Hal tersebut termasuk dalam inisiatif pengembangan repo di 2023, yang difokuskan untuk mendukung konsolidasi peserta operasi moneter dan pelaku pasar uang dengan klasifikasi Primary Dealers (PDs).
Pada kesempatan tersebut, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan bahwa dalam tiga tahun terakhir transaksi repo di pasar uang Indonesia telah meningkat secara luar biasa.
“Transaksi repo secara konsisten terus berada dalam tren peningkatan,” kata Destry.
Nilai transaksi pasar uang pada 2023 mencapai Rp11,4 triliun per hari, lebih tinggi dibandingkan 2020 dan 2021 sebesar Rp0,5 triliun dan Rp4,4 triliun.
“Pada 2023 secara ytd rata-rata harian transaksi sudah mencapai Rp11,4 triliun atau meningkat 57% dibandingkan 2022. Angka ini juga jauh dari kondisi sebelum pandemi, dimana rata-rata transaksi harian Repo hanya sekitar Rp 700-800 miliar per hari. Jumlah pelaku pun juga naik dari hanya sebanyak 12 bank di 2019, menjadi sekitar 34 bank pada 2023 ini,” kata Destry.
Harapannya, pasar uang menjadi lebih aman melalui transaksi repo yang perlu didahului penandatanganan GMRA. Seluruh upaya itu, tidak dapat dilakukan dari sisi regulator saja, namun dengan sinergi antar regulator, instansi dan pelaku pasar.
Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti mengungkap tiga urgensi pengembangan repo yaitu pertama, transaksi repo sebagai sumber pembiayaan ekonomi nasional, kedua perlunya implementasi primary dealers Operasi Pasar Terbuka dan ketiga, menjalankan mandat UU P2SK terkait kewenangan BI dalam pasar uang maupun valas serta dukungan untuk Penguatan Pasar Keuangan termasuk repo.
Lebih lanjut, terkait penandatanganan ini, transaksi repo yang selama ini didominasi beberapa Bank BUMN dan menyusul bank swasta nasional dan Bank Pembangunan Daerah, diharapkan berkembang pada bank lainnya.
Diperkirakan akan terdapat penambahan 30% kontrak repo yang terjadi tahun ini. Transaksi repo akan semakin tinggi sejalan dengan dukungan BI melalui transformasi pengelolaan operasi moneter serta partisipasi aktif pelaku pasar.
Senada dengan hal itu, Anggota Dewan Komisioner Inarno Djajadi mengemukakan dukungan terhadap setiap upaya untuk meningkatan transaksi di pasar keuangan termasuk transaksi repo. |
Mengacu pada UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), transaksi repo berperan penting bagi pasar uang maupun pasar modal. Penandatanganan GMRA Ini diharapkan dapat mendorong penguatan pasar sekunder.
Mindset untuk melakukan repo harus diperbaiki, bukan lagi terkait bank yang sedang mengalami kesulitan melainkan sebagai upaya mendorong pendalaman pasar.
Upaya pengembangan pasar merupakan komitmen yang terus dilakukan OJK dan BI serta pemangku kepentingan lainnnya.
Harapannya, transaksi repo di Indonesia tidak hanya didukung sisi pengawasan, namun juga pada minat dari pelaku pasar, sehingga tercipta pendalaman pasar dan fleksibilitas yang lebih tinggi bagi pelaku jasa keuangan dalam mengelola likuiditas.
Penandatanganan perjanjian ini merupakan salah satu prasyarat utama sebelum melakukan transaksi repo guna memberikan kepastian hukum bagi pelaku transaksi repo.
Bank Indonesia mendorong agar lebih banyak lagi perbankan yang memanfaatkan transaksi repo, tentunya dengan terlebih dahulu melakukan penandatanganan perjanjian induk repo.
Hal itu sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk mendorong pengembangan repo sebagai inisiatif utama pengembangan pasar uang yang modern dan maju sebagaimana visi Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.
Pasar repo yang likuid akan mengakselerasi pendalaman pasar keuangan sebagai sumber pembiayaan ekonomi nasional guna mencapai visi Indonesia Maju 2045.
Peran strategis dan manfaat berkembangnya transaksi repo perlu dipahami tidak hanya oleh regulator namun juga oleh pelaku pasar.
Upaya pengembangan transaksi repo dari sisi produk dan partisipan, termasuk harga dan infrastruktur akan terus disinergikan dengan inisiatif pengembangan repo oleh Otoritas Jasa Keuangan dan asosiasi pelaku pasar serta elemen – elemen pelaku pasar.
Karenanya, setelah seremoni penandatanganan, pemahaman tersebut ditingkatkan melalui sosialisasi repo dengan melibatkan narasumber dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Himpunan Pedagang Surat Utang (HIMDASUN).